Kepentingan Akar Rumput dan Konflik Elite

Wednesday, June 04, 2014 Standy Christianto 0 Comments

Tidak semua paham dengan benturan. Juga tidak semua merasakan benturan. Dalam struktur masyarakat juga demikian. Saya suka membagi  struktur menjadi dua, kelompok elite dan kelompok akar rumput. Kelompok elite ini yang disebut memiliki jabatan dan kuasa, dan kelompok akar rumpur adalah kelompok yang tidak memiliki kepentingan jabatan dan kuasa. Atau dalam bahasa yang lebih sederhana, kelompok atas dan bawah.
Konflik elitis berkutat pada konflik yang bersifat kekuasaan, yang sebenarnya konflik yang itu-itu saja. Misalnya pembagian kekuasaan, gengsi jabatan, dan uang. Para elite punya quotes andalan “posisi yang semakin tinggi akan semakin banyak angin yang menghempas” entah apa yang diperjuangkan oleh para elite, namun konflik itu yang akan terjadi itu-itu saja.
Ironinya adalah kegaduhan tingkat elite seringkali tidak dipedulikan oleh akar rumput. Misalnya, kegaduhan Pilpres 2014 yang memperebutkan posisi paling elite, yaitu presiden. Coba tanyakan saja kepada tukang angkringan, mereka tidak peduli dengan kegaduhan itu. Bagi mereka siapapun  yang jadi presiden, yang penting jualan mereka laku, dan keluarga masih bisa makan.
Konflik elite seringkali tidak dipahami oleh akar rumput. Mengapa mereka ribut ? lalu apa yang sedang mereka perjuangkan ? jika atas nama rakyat diperjuangankan, rakyat (baca : tukang angkringan) toh tidak paham yang diributkan.  
Suatu kali saya membuat sekolah komunitas, untuk melakukan intervensi sosial kecil-kecilan dengan pembuatan coklat. Mengapa Cokelat ? karena hampir semua wanita menyukai cokelat. Hal ini kelihatan menarik bagi mereka. Ternyata benar, terlihat mereka menikmati kegiatan tersebut.  Ada senyum di wajah mereka. Saya pikir ini mungkin menjadi ‘mainan’ baru di tengah aktivitas rutin mereka selain bekerja menjaja diri. Halini jika dilakukan terus menerus  bisa mengubah cara tindakan dan pikiran mereka.
Jika sekolah komunitas diminta sendiri oleh akar rumput, maka intervensi sosial akan terjadi. Keinginan kami membuat coklat tidak sekali, namun berkali –kali dilakukan. Syaratnya, pembuatan coklat selanjutnya memang diminta oleh mereka. Bukan oleh kami.
Harapannya, melalui intervensi  itu kemudian disusupi materi tentang kesadaran kritis sesuai kebutuhan mereka. Termasuk kesadaran untuk keluar dari tempat tidak beradab ini. Sedikit demi sedikit akan menjadi bukit. Brain washing akan dilakukan berbalut cokelat. Melalui cokelat itu, mudah-mudahan ada jalan masuk perubahan berpikir masyarakat.
Di sisi yang lain, ada benturan yang keras untuk pendirian klinik komunitas. Dengan adanya klinik, sebenarnya bisa membantu dalam mengontrol kesehatan, terutama epedemi HIV. Dari sudut subjektif, saya pikir pendirian klinik dengan alasan kemanusiaan amat tepat, karena di klinik umum mereka sering mendapatkan perlakukan diskriminasi baik dari petugas kesehatan maupun dari masyarakat sekitar. Ternyata memberikan layanan kesehatan untuk komunitas yang termajinalkan tidak semudah itu. Pendirian klinik terbentur masalah etis, yaitu persepsi masyarakat umum. Pendirian klinik komunitas terbentur persepsi masyarakat tentang legalisasi lokalisasi dan perijinan.
Benturan elite pun terjadi, benang kusut mulai mengusut. Bola mengelinding di tingkat elite. Pendirian klinik mulai dipermasalahkan. Selain terbentur masalah ijin, kemudian mengelinding ke pembagian keuntungan. Para elite mempersoalkan bagaimana cara membagi ‘kue’ mulai dari ijin, infrastruktur, perlengkapan, dokter, perawat, dan lain sebagainya. Akhirnya, klinik terbengkalai.
Terlepas dari permasalahan itu, saya sedang membanyangkan apa yang dipikirkan dari akar rumput di komunitas itu?  Apakah mereka peduli dengan pembagian keuntungan itu ? entahlah, saya tidak pernah mensurvei tingkat kepedulian mereka. Saya lebih senang memikirkan jawaban dari pertanyaan semalam, “mas, kapan kita bikin cokelat lagi?” 

.... Mei 2014

You Might Also Like

0 komentar: