FORGIVENESS
MAAF itu sulit. Baik, meminta maupun memberi. Lebih sulit lagi, maaf untuk kebodohan. Parahnya, kebodohan sendiri. Kehilangan barang berharga karena kebodohan sendiri. Tas pun lenyap. Saya cuma bisa diam sesaat. Saat melihat tas tidak lagi ditempatnya. Saya memang meletakkannya di atas kepala sambil asyik membaca Koran.
Dari dulu, saya tahu fasilitas umum memang milik semua orang. Dan segala isinya juga milik mereka. Sedikit saja lengah, apapun bisa berpindah tangan. Saya juga lihat siapa yang memindahkan tas itu. Saya juga tidak tinggal diam. Saya sadar dan mengejar. Sayangnya, kereta telah mulai jalan sesaat, dan saya kehilangan. Tapi saya tidak lupa yang menggeser tas itu. Si bertopi putih dan kemeja kotak, bertato di tangan kiri.
Hukum tidak bisa memaksa. Itu kata petugas. Ada bukti dan saksi , baru ada hukum. Tanpa itu mana bisa sesuka hati menggeledah. Saya benar – benar dibodohi oleh diri sendiri. Itu barang mahal, ya jangan jauh – jauh dari badan. Itu alasan mereka. Dan pelaku dilepaskan.
Saya yakin orang itu adalah yang naik kereta dengan saya di stasiun pertama. Lalu sengaja duduk disamping kiri. Saya tidak mungkin lupa. Sampai sekarang saya pun masih ingat, yang duduk disamping kanan. Lagu apa yang dimainkan pengamen tadi. Tapi saya kalah oleh bukti dan saksi.
Saya tidak bodoh. Saya yakin kamera CCTV di stasiun pertama akan merekam gerak geriknya. Namun, siapa sangka stasiun sebesar itu kamera hanya pajangan. Tidak ada yang berfungsi. Padahal ada lima kamera terpasang. Harapan saya pupus.
Tidak ada harapan. Kecuali mengharapkan kebaikan dari si pencuri. Saya harus yakin. Masih ada orang baik di dunia ini.
Sekarang, yang paling penting bukan menghitung krugian dari barang yang hilang. Tapi pengampunan bagi kebodohan sendiri. Hal terbodoh adalah tahu sesuatu berbahaya, masih juga dilakukan. Parah.
0 komentar: