Puzzle,
Manusia seperti puzzle, begitu yang saya tahu. Sebelumnya
saya menyakini bahwa manusia seperti besi, manusia menajamkan manusia lainnnya.
Layaknya, besi menajamkan besi. Setiap manusia dilahirkan untuk bergesekan untuk manusia lain. Semakin lama ia
bersentuhan dan beradu dengan yang lain semakin ia peka bahwa hidup tidak
sendirian : ada saya, kamu, dan mereka.
Hari ini saya bicara soal puzzle. Puzzle yang saya maksud
adalah puzzle jigsaw. Saya ingin tahu siapa yang menemukan puzzle. Apakah si
empunya saat menciptakan puzzle memiliki filosofi tertentu, sama seperti yang
saya pikirkan. Ternyata puzzle bermacam – macam bentuknya. Puzzle diartikan
dalam bahasa Inggris yang artinya “teka-teki”.
Setelah saya mencari – carinya di google, Akhirnya saya menemukan puzzle yang saya
maksud yaitu puzzle jigsaw.
Puzzle jigsaw ditemukan lebih dari 300 tahun yang lalu,
tepatnya sekitar 1760 di London, Inggris, oleh John Spilbury. Ia seorang
pemahat, ia membuat puzzle jigsaw untuk mengajari anak muridnya tentang
geography, semacam permainan ‘peta buta’ kalau di Indonesia. Pada tahun 1800 baru diperbanyak untuk dijual,
sampai sekarang ini. Dari dulu dimainkan oleh anak kecil untuk melatih otak
Mungkin John Spilbur tidak tahu kalau filosofi tentang
puzzle jigsaw sekarang dipakai oleh saya, dan beberapa orang yang setuju bahwa
manusia diciptakan memiliki perbedaan. Potongan puzzle ada sisi yang berupa lekukan – lekukan. Ada lekukan
yang menjorok ke dalam atau keluar. Semua manusia memiliki lekukan yang
berbeda. Ada yang memiliki lekukan pemarah, pemikir, periang, dan ‘pe’ lainnya. Kemudian lekukan lainnnya
dimiliki oleh manusia lain, penyabar, perasa, pemurung, dan ‘pe’ lainnnya.
Lekukan-lekukan itu bicara soal perbedaan. Perbedaan adalah keniscayaan. Kesamaan adalah
ketidakmungkinan. Karena setiap manusia memang unik dan berbeda. Ada yang suka
nulis, ada yang suka baca tulisan ini. Beda bukan? Ada juga mungkin yang tidak
suka dengan tulisan ini. Beda juga kan ?
Manusia harus menyadari bahwa ia manusia. Manusia harus
memilih dengan kesadarannya. Jika ia tidak memilih dengan kesadaranya ia bukan
manusia, ia berarti cuma seonggok daging mentah, layaknya benda yang tidak bisa
bergerak kemana pun, kira – kira begitu kata Jean Paul Sartre.
Manusia dilihat dari sisi eksistensialisnya, Ia pasti egois.
Tidak bisa memaksakan kehendaknya kepada
orang lain. Karena manusia punya kehendaknya masing – masing. Anehnya, manusia
dilahirkan dengan egois tanpa diinginkan oleh manusia itu sendiri.
Dalam keadaan yang berat, jika boleh memilih saya tidak mau
dilahirkan. Dalam keadaan yang bahagia, saya bersyukur dilahirkan. Tapi saya
tidak bisa memilih mau dilahirkan atau tidak. Tiba – tiba saya lahir. Lalu memikirkan
“kenapa saya harus dilahirkan?”. dan ternyata saya punya teman bertanya, Sartre juga bertanya tentang ini, jauh sebelum saya dilahirkan.
Kemudian puzzle muncul dihadapan saya. Perbedaan dimiliki khas
oleh satu orang. Mungkin kita cari kemana pun manusia yang sempurna itu harus “begini
– begitu” tapi tetap saja tidak ada manusia yang sempurna. Pasti ada lekukan
–lekukan. Manusia dilahirkan dari apa yang telah melekat pada dirinya kemudian
bertemu dengan manusia lain.
Ada yang kecewa kenapa ketemu dengan manusia seperti ini. Ada yang bisa terima bertemu
dengan manusia kayak begitu. Ada yang mengagumi manusia lain karena bentuk
fisiknya. Ada yang tidak sadar menyakiti manusia lainnnya. Ada juga yang tidak
bisa terima perbedaan.
Manusia seperti puzzle. Ada sekian juta ribu lekukan yang
tampaknya bisa menutupi lekukan diri sendiri. Ada yang minta dipertemukan
dengan lekukan ‘seperti ini’, agar bisa menutupi lekukan pada dirinya.
Manusia
seperti puzzle dengan beragam lekukannya. Tiba – tiba kita bertemu dengan
sekeping puzzle lain yang tidak terduga, diluar dari apa yang dibayangkan
selama ini. Lalu mengapa bisa begitu ?
Sartre berpikir setiap orang yang dilahirkan memiliki
eksistensialisnya pada diri orang lain, kemudian akan merasa bahwa ia tidak
bisa hidup tanpa orang itu. Sartre menyebutkan suatu hari nanti ada hal yang
paling tidak disadari oleh manusia : menemukan sekeping pasangan puzzlenya. Dan
ia sebut itu anugerah
0 komentar: