Puzzle,

Friday, July 19, 2013 Standy Christianto 0 Comments

Manusia seperti puzzle, begitu yang saya tahu. Sebelumnya saya menyakini bahwa manusia seperti besi, manusia menajamkan manusia lainnnya. Layaknya, besi menajamkan besi. Setiap manusia dilahirkan untuk bergesekan  untuk manusia lain. Semakin lama ia bersentuhan dan beradu dengan yang lain semakin ia peka bahwa hidup tidak sendirian : ada saya, kamu, dan mereka.

Hari ini saya bicara soal puzzle. Puzzle yang saya maksud adalah puzzle jigsaw. Saya ingin tahu siapa yang menemukan puzzle. Apakah si empunya saat menciptakan puzzle memiliki filosofi tertentu, sama seperti yang saya pikirkan. Ternyata puzzle bermacam – macam bentuknya. Puzzle diartikan dalam bahasa Inggris yang artinya “teka-teki”.  Setelah saya mencari – carinya di google,  Akhirnya saya menemukan puzzle yang saya maksud yaitu puzzle jigsaw.

Puzzle jigsaw ditemukan lebih dari 300 tahun yang lalu, tepatnya sekitar 1760 di London, Inggris, oleh John Spilbury. Ia seorang pemahat, ia membuat puzzle jigsaw untuk mengajari anak muridnya tentang geography, semacam permainan ‘peta buta’ kalau di Indonesia.  Pada tahun 1800 baru diperbanyak untuk dijual, sampai sekarang ini. Dari dulu dimainkan oleh anak kecil untuk melatih otak

Mungkin John Spilbur tidak tahu kalau filosofi tentang puzzle jigsaw sekarang dipakai oleh saya, dan beberapa orang yang setuju bahwa manusia diciptakan memiliki  perbedaan. Potongan puzzle ada sisi yang berupa lekukan – lekukan. Ada lekukan yang menjorok ke dalam atau keluar. Semua manusia memiliki lekukan yang berbeda. Ada yang memiliki lekukan pemarah, pemikir, periang,  dan ‘pe’ lainnya. Kemudian lekukan lainnnya dimiliki oleh manusia lain, penyabar, perasa, pemurung, dan ‘pe’ lainnnya. 

Lekukan-lekukan itu bicara soal perbedaan. Perbedaan adalah keniscayaan. Kesamaan adalah ketidakmungkinan. Karena setiap manusia memang unik dan berbeda. Ada yang suka nulis, ada yang suka baca tulisan ini. Beda bukan? Ada juga mungkin yang tidak suka dengan tulisan ini. Beda juga kan ?

Manusia harus menyadari bahwa ia manusia. Manusia harus memilih dengan kesadarannya. Jika ia tidak memilih dengan kesadaranya ia bukan manusia, ia berarti cuma seonggok daging mentah, layaknya benda yang tidak bisa bergerak kemana pun, kira – kira begitu kata Jean Paul Sartre.

Manusia dilihat dari sisi eksistensialisnya, Ia pasti egois.  Tidak bisa memaksakan kehendaknya kepada orang lain. Karena manusia punya kehendaknya masing – masing. Anehnya, manusia dilahirkan dengan egois tanpa diinginkan oleh manusia itu sendiri.

Dalam keadaan yang berat, jika boleh memilih saya tidak mau dilahirkan. Dalam keadaan yang bahagia, saya bersyukur dilahirkan. Tapi saya tidak bisa memilih mau dilahirkan atau tidak. Tiba – tiba saya lahir. Lalu memikirkan “kenapa saya harus dilahirkan?”. dan ternyata saya punya teman bertanya, Sartre juga bertanya tentang ini, jauh sebelum saya dilahirkan.

Kemudian puzzle muncul dihadapan saya. Perbedaan dimiliki khas oleh satu orang. Mungkin kita cari kemana pun manusia yang sempurna itu harus “begini – begitu” tapi tetap saja tidak ada manusia yang sempurna. Pasti ada lekukan –lekukan. Manusia dilahirkan dari apa yang telah melekat pada dirinya kemudian bertemu dengan manusia lain.

Ada yang kecewa kenapa ketemu dengan manusia  seperti ini. Ada yang bisa terima bertemu dengan manusia kayak begitu. Ada yang mengagumi manusia lain karena bentuk fisiknya. Ada yang tidak sadar menyakiti manusia lainnnya. Ada juga yang tidak bisa terima perbedaan.

Manusia seperti puzzle. Ada sekian juta ribu lekukan yang tampaknya bisa menutupi lekukan diri sendiri. Ada yang minta dipertemukan dengan lekukan ‘seperti ini’, agar bisa menutupi lekukan pada dirinya. 

Manusia seperti puzzle dengan beragam lekukannya. Tiba – tiba kita bertemu dengan sekeping puzzle lain yang tidak terduga, diluar dari apa yang dibayangkan selama ini. Lalu mengapa bisa begitu ?

Sartre berpikir setiap orang yang dilahirkan memiliki eksistensialisnya pada diri orang lain, kemudian akan merasa bahwa ia tidak bisa hidup tanpa orang itu. Sartre menyebutkan suatu hari nanti ada hal yang paling tidak disadari oleh manusia : menemukan sekeping pasangan puzzlenya. Dan ia sebut itu anugerah

You Might Also Like

0 komentar: