Alienasi,
Setiap manusia mempunyai cara
untuk memecah penat dan jenuh. Bagi
saya, penat bisa dipecahkan oleh roti dan segelas susu putih yang panas. Saya tidak terlalu suka kopi ataupun teh. Karena kafein hanya mampu membuat jantung berdegup keras tanpa
ketenangan dan teh hanya sejenis air dedaunan kering yang encer. Lain lagi mungkin dengan orang yang lebih suka menyeruput kopi,
Di tengah keriuhan hari – hari
yang padat merayap saya selalu mencari waktu luang untuk bisa
menuliskan sesuatu dengan keluhan, atau
sekedar mencari teman minum susu di rak-rak buku. Kenikmatan ini tidak bisa
ditemukan di jaringan internet kecepatan apa pun. Ini lebih nyata dari mainan media sosial yang itu-itu aja
Tingkah pola manusia dalam
mencari jalan keluar dari kepenatannya semakin aneh dengan seiring beban dalam
dirinya. Entah mungkin saya salah. Tapi paling tidak saya punya gambaran di
tengah hingar bingar ini, bahwa manusia secara sadar dan sengaja mencari
ruangan untuk meng-alienasi diri.
Saya mencoba memahami para wanita
yang hidupnya penuh beban dan tekanan. Setiap
malam Mereka melayani pria-pria hidung belang dengan keterpaksaan. Sudah tentu
mereka punya lebih dari sekedar penat dan jenuh.
Ada berbagai cara mereka untuk
menarik diri dari dunia yang congkak ini. Ada yang sengaja mengoreskan benda
tajam di lengan tangannya. Awalnya, saya tidak tahu kalau itu adalah
kesengajaan. Semakin saya perhatikan di tangan para wanita itu, semakin banyak ditemukan tanda yang sama.
Setelah bertanya, saya mulai memahami
ada korelasi benda tajam yang sengaja disayat di lengan kiri dengan isi
kepalanya. Tentu saja, bagi seorang wanita yang harus menghidupi keluarganya
dengan bekerja sebagai pemuas syahwat, akan kesulitan mencari pembenaran atas
pilihannya. Sayatan itu adalah simbol kebuntuan.
Televisi dengan lagu karaoke
volume tinggi juga menjadi teman mereka dalam mengalienasi diri. Setiap rumah
memiliki televisi layar besar dengan pengeras suara tingkat tinggi. Demi
mempelajari sebuah kehidupan itu, mau tidak mau saya harus menyukai lagu
dangdut, musik yang menurut saya aneh. Ternyata benar, bebunyian gendang asik
juga. Terpaksa, saya mulai terbiasa
dengar bebunyian gendang yang membuat berjoget riang.
Satu –satunya jalan yang bisa
saya pahami kalau mereka memang dalam keadaan yang penuh dengan beban dan
tekanan, adalah soal rokok. Rokok buat mereka adalah pengusir stres paling ampuh, dapat sembunyi dalam hisapan asap. kemudian melepaskan penat dari kepulan asap. Dulu saya melakukannya, sekarang itu jadi tidak masuk akal.
Selebihnya, saya tidak bisa sok
tahu mendalami lebih lagi.
Mau bagaimana pun manusia adalah
mahluk yang paling mudah berbohong dalam pola dan laku. Dalam penglihatan sekilas, mereka memiliki kehidupan yang hedon, selalu tersedia makan yang mewah
dan kehidupan malam yang bebas, serta mampu jalan – jalan kemana pun mereka
ingin. Tidak heran karena mereka bisa dapat ratusan ribu sampai jutaan rupiah
dalam semalam bekerja. Kelihatannya mereka mampu tertawa lepas ketika bersama
dengan yang lain. Namun tidak ada yang tahu ketika berada dalam kesendirianya.
Saya yakin, sebaik – baiknya
manusia dalam kesendiriannya akan mencoba mengevaluasi dirinya, adakah yang salah dalam dirinya, apakah
dirinya cukup baik buat semua orang, apakah yang dilakukannnya benar,
Kemudian, ia mulai mengambil
ruang alienasi di sudut kamar bersama kasur dan bantal, mungkin di toilet sambil
merenungi kloset, atau di ruang kelas sambil menulis di lembar belakang buku, bisa juga di
ruang tamu sambil menonton televisi, bisa dimana pun. Pikirannya akan mulai
menari dalam keresahannya. Mungkin sekilas dalam ketidaksadaran. Atau bahkan
beradu dalam penyesalan.
Roti dan susu panas sembari
membuat tulisan ini adalah simbol dari kejujuran saya sebagai manusia. Karena
sebaik-baiknya manusia perlu juga mengambil tempat di sudut ruangan menyadari manusia
tidak melulu soal hingar bingar. Ada saatnya nanti kita terdesak ke sudut
kemudian merasa terasing. Alienasi kadang dibutuhkan untuk memikirkan yang
telah terjadi, tapi juga tidak terperangkap dengan yang lalu. Seperti kata ayah
saya, “apapun yang terjadi, hidup harus jalan terus, “.
0 komentar: