Pergulatan Seorang Gay,
Namanya Ari. Dilahirkan sebagai laki-laki. Tapi tingkahnya feminin. Keperawakannya kurus. Ia lahir menjadi anak kedua dari 5 bersaudara. Sekilas tidak ada masalah dengan dirinya. Saya bertemu dengannya pertama kali di sebuah pelatihan pendamping HIV. Dia datang sebagai narasumber dari populasi kunci yang beresiko HIV. Pada saat itulah saya bertemu dengan seorang laki-laki yang benar – benar mengaku seorang Gay.
Pada sesi itu saya boleh bertanya apa saja. Dari hal yang berkaitan dengan materi pelatihan atau pribadi. Tapi saya lebih tertarik dengan pergulatannya sebagai seorang Gay. Pertanyaan pertama saya adalah apakah dia ingin sembuh. Maksudnya, tidak lagi menyukai sesama jenis. Pertanyaannya saya dijawab dengan lantang dan muka yang tegas. Katanya, “saya seorang homoseksual. Itu bukan penyakit”
Pertanyaan tentang hal yang pribadi, dijawab dengan sangat jelas dan tegas. Dia membuka pikiran saya tentang dunia homoseksual dan para pelaku disorientasi seksual lain. Homoseksual memiliki jaringan yang kuat di daerah – daerah sampai tingkat nasional. Di Purwokerto ada GAYa Satria, yang berkiblat pada GAYa nusantara. Ada juga Pelangi Satria yang berkiblat pada Arus pelangi. Dua-duanya adalah komunitas Gay skala nasional. Namun organisasi ini juga timbul tenggelam. Entah masih ada atau tidak, saya kurang paham.
Ari juga bilang, menjadi homoseksual bisa terjadi karena tiga hal, pertama karena habitus. Homoseksual bisa terjadi secara alami dalam sebuah lingkungan yang homogen. Saya pernah mendengar soal ini. Misalnya, di asrama yang seluruh penghuninya adalah wanita. Yang awalnya heteroseksual bisa menjadi homoseksual.
Wanita yang tinggal bertahun - tahun akan memiliki naluri untuk menyukai temannya. Atau misalnya di dalam penjara, hampir dipastikan bahwa mereka juga memiliki disorientasi seksual karena bertahun – tahun mereka sekamar dengan temen sejenis. Kedua, adalah traumatik. Ini yang menurut saya menyedihkan. Mereka yang menjadi homoseksual karena sakit hati. Karena perlakuan seseorang yang melakukan pelecehan seksual dan tindakan kekerasan. Sehingga memiliki kebencian yang berlebihan pada seseorang. Korban sakit hati dari pelecehan dan kekerasan tersebut akan cenderung homoseksual. Ketiga, karena genetik. Yang dilahirkan memang karena genetik. Ari adalah homoseksual dari lahir alias berasal dari genetik.
Bagi saya, homoseksual dengan alasan pertama dan kedua masih memiliki pilihan heteroseksual. Tapi jika berasal dari genetik, mereka berhak memperjuangkan pilihan orientasi seksualnya.
***
Sekarang saya lebih sering bertemu Ari di kegiatan penanggulangan HIV. Saya tertarik cerita kehidupan Ari sebagai homoseksual. Dilahirkan menjadi seorang Gay tidaklah mudah. Perlakuan yang kasar dari keluarga sering diterimanya. Menjadi Gay adalah pilihan. Keyakinan atas pilihannya datang pada saat ia berkonsultasi tentang dirinya kepada psikolog. Psikolog ini hanya menyuruh untuk bertemu dengan orang yang kenal dia sejak kecil, orang yang mampu mengurutkan kelakuannya mulai dari bayi sampai dia besar.
Akhirnya, ia datang kepada neneknya. Neneknya bercerita kalau kelakukan ari yang unik sudah ada sejak usia tiga tahun. Sepertinya disorientasi seksualnya sudah diketahui keluarganya sejak Ari kecil. Dugaaan itu berawal dari tindakan Ayahnya yang memperlakukan dia dengan keras. Ayahnya melarang dengan tegas untuk bermain dengan adik perempuannya. Ari tidak boleh memakai kalung, atau gelang walaupun itu hanya aksesoris. Adik perempuannya dipisahkan dari Ari agar konstruksi seorang perempuan tidak ada dipikirannya.
Kejadian yang paling aneh adalah ketika Ari cemburu dengan teman masa kecilnya. Ari punya teman semasa kecil yang semuanya adalah laki-laki. Suatu hari temennya yang bernama agung, memiliki teman baru. Ari kecil tidak terima dengan perlakuan itu, akibatnya Ari mencari teman barunya Agung kemudian melabraknya. Kejadian seperti itu sering kita temui di acara sinetron tentang seorang pacar yang sedang cemburu.
Ari mengajari saya tentang dua hal, yaitu soal pilihan dan komitmen. Ari adalah seorang homoseksual yang idealis. Baginya pilihan manusia terhadap orientasi seksual tidak bisa diganggu gugat. Ia memilih menjadi homoseksual. Dan ia merasa nyaman dengan itu. Ari pernah bilang, Diskriminasi berawal dari agama.Karena ada justifikasi kalau kaum homoseksual tidak akan masuk surga sehingga masyarakat ikut-ikutan menjadikan bumi ini neraka buat kaum homoseksual. Ari juga menjelaskan tesisnya kalau sebenarnya Tuhan tidak melarang homoseksual. Ari mempelajari semua agama. Saya tertarik kalau Ari sudah mulai menceritakan ajaran agama yang ia ketahui disandingkan dengan argumentasinya sebagai homoseksual. Suatu kali dia bilang, Tuhan itu baik karena membuat saya menjadi homoseksual. “Orang seperti saya harus ada,” katanya. Orang yang dijustifikasi hidup ke neraka harus ada. Supaya orang lain percaya ada surga. Jleb!
Ari mengajari saya tentang komitmen. Kaum homoseksual juga selayaknya manusia yang ingin hidup dengan setia dengan orang yang dicintainya. Homoseksual memiliki kecenderungan suka berganti – ganti pasangan. Tapi ia seorang homoseksual yang setia. Ia pernah punya pacar (tentu laki-laki) dan ia setia dan tidak pernah selingkuh dengan laki-laki lain. Bahkan ia punya rencana untuk menikah dengan laki –laki juga. Berbagai kota di Indonesia sudah ia singgahi untuk mencari penghulu yang bersedia membantunya. Katanya, terserah penghulu dari agama apa pun.
Biasanya kaum homoseksual akan berkamuflase sebagai heteroseksual kemudian ia menikah dengan perempuan tapi masih berhubungan dengan teman prianya. Ari tidak mau. Ia mau menikah dan memiliki suami yang sah. Saya jadi berandai-andi jika suatu saat saya menerima undangan pernikahan dari seorang mempelai pria dengan seorang pria. Saya geli sendiri. Terlihat lucu memang. Karena saya pikir di negara ini belum bisa menerima perkawinan sesama jenis. Waktu saya di Bangkok, saya mendengar Vietnam punya gerakan melegalkan pernikahan sesama jenis. Mereka bikin gerakan kaum homoseksual dari facebook kemudian ada 100.000 bergabung dan berkumpul di suatu tempat untuk menuntut perkawinan sesama jenis. Apakah Ari akan menunggu seperti ini ??
Pilihan dan komitmen adalah garis lurus dari sebuah keyakinan. Saya mengambil dua hal itu dari Ari. Saya memilih tidak peduli manusia dengan orientasi seksual apa pun. Selama nilai kemanusiaannya tidak diambil oleh siapapun dan Ari juga tidak mengganggu orang, saya pikir dia berhak hidup dan dilindungi oleh negara dan manusia.
Saya menghargai Ari yang mencari keyakinannya sendiri dan memegang teguh atas pilihannya. Karena banyak yang menggadaikan pilihan dan keyakinannya karena desakan orang lain. Ari menerima dianggap gila dan keras kepala. Tapi yang tahu Ari, ya dirinya sendiri. Disamping itu ia punya komitmen yang kuat untuk menghargai pasangannya kelak. Buatnya komitmen kesetiaan adalah nilai mati atas penghargaan atas keberadaan seseorang yang dicintainya. Saya lebih melihat cintanya dari pada siapa yang dicintainya. Soalnya saya agak geli juga kalo membayangkan siapa yang dicintainya. Tapi saya belajar banyak dari Ari.
Tulisan ini saya buat setelah membaca pengakuan penulis favorit saya, Goenawan Muhammad bercerita tentang anaknya seorang Gay. Saya terenyuh dan salut dengan sorang ayah seperti GM. Semoga semua mahluk Tuhan dapat menikmati hidupnya dengan nyaman.
Tulisan Pintu Masuk Toilet di Contitent Hotel Bangkok |
0 komentar: