Baik,
Konteks lebih penting dari pada
teks. Aku memaksa dingin untuk menggangu pikiran, agar malam yang telah larut ini menjadi
saksi. Ada bagian dalam diri manusia yang tidak seluruhnya perlu diketahui
manusia lain, yaitu cara berpikir dan mengular. Bagaimana manusia akan menjalani
sisa hidup dengan baik, karena hidup tidak mungkin berbalik.
Seperti malam yang selalu larut
dengan kesal, tidak akan habisnya jika diratapi. Ia berselimut iri. Segala
sesuatu yang baik selalu kalah dengan jahat. Kelembutan mungkin kalah dengan
pukulan. Keramahan mungkin akan kalah dengan hardikan. Dan segala yang
menyakiti akan bisa membawa lari seseorang.
Kemudian pertanyaan mengular
panjang, harus sebaik apa manusia agar ia bisa diterima. Sebaik kakek tua yang
suka sekali memberi permen kepada cucunya. Atau malah menjadi algojo yang baik
hati, terus menghukum agar semua orang tahu, ia bak penghukum agar ia mendapat
hormat. Orang tunduk dan menjadi hamba.
Bukankah tidak ada yang mau
menjadi budak atau hamba. Budak akan diberikan sebuah ketakutan. Logika hukuman
akan menjadi jalan keluar. Tubuh si budak berada di tempat. Ia bergerak sesuai
perintah. Berdiri dengan aturan. Langkahnya diarahkan. Hidupnya terkekang. Sesekali
mendapat makanan. Tapi dalam tubuh yang terkekang, makanan adalah kenikmatan tiada tara. Dalam ketakutan yang berlebihan, niat
baik berbentuk makanan akan menjadi patokan kebaikan. Algojo berubah menjadi orang "baik"
Aku usai bekerja menemani para
perempuan malam yang malang. Kasihan mereka. Ditengah hujatan para pemuka, ia
harus berjuang dari kebobrokan negeri ini. Di tengah hiruk pikuk para lelaki
hidup belang mereka pertaruhkan kehormatan. Uang bak sorga. Pekerjaan mereka
diagungkan oleh lelaki brengsek dan dihujat oleh lelaki itu juga. Oleh Lelaki
yang brengsek itu juga ia dirayu, diperlakukan bak bidadari, tidak jarang juga
diperistri.
Seperti madu di tengah hutan,
para brengsek itu adalah orang baik bagi para pelacur. Padahal mereka juga
telah mengkhianati keluarga di rumah. Ia baik bagi perempuan lain, juga
bajingan bagi perempuan lainnya.
Akhirnya, manusia bisa menemukan
yang “baik”. Tapi ia terjebak dalam memilih yang baik. Dalam hatinya ia yakin
bahwa segala yang baik telah disediakan di depan mata. Dengan segala
pengalamannya ia mampu menilai bahwa orang yang di depan matanya adalah yang
terbaik. Inilah yang dimaksud kebaikan dan keagungan. Seperti lelaki brengsek,
yang selalu bisa menempatkan diri agar terlihat baik.
Kemudian apa yang dicari di dunia
ini. Jika orang brengsek pun mendapat tempat. Kebaikan yang terus menerus akan
terlihat baik, jika diselimuti senyum. Bagaimana seorang suami yang pukuli
istrinya setiap hari, kemudian ia juga main dengan pelacur, tapi istrinya
keliatan baik-baik saja. Atau sebaliknya, bagaimana dengan suami yang baik
hati, tidak pernah memukuli, tidak pernah diselingkuhi, tapi mendapat perlakuan
yang buruk dari istrinya.
Kadang kebaikan kian tenggelam.
Orang yang jahat selalu mendapat tempat. Ia bisa seenaknya mengikuti nafsu,
hasrat untuk menyakiti. Sedangkan ada orang yang dilahirkan hanya bisa meratapi, ia
terus menerus takut membalas menyakiti, memilih diam saja.
Mungkin ini alasan manusia berhak untuk berbuat
jahat. Akhirnya, yang baik berubah menjadi jahat. Karena hidup tidak pernah adil. Mengapa
kejahatan dibiarkan begitu saja. Dimanakah segala yang punya kuasa
menempatkan jahat di tempat yang jahat, baik di tempat yang baik ? Mungkin alasan ini ada orang yang bertanya
tentang keberadaan Tuhan yang adil. Hukum yang adil.
Di atas motor yang berjalan
santai, aku mengingat – ingat kesimpulan : keadilan tidak pernah habis. Dunia
ini tidak pernah adil. Keadilan yang dicari kian absurd. Kita akan kelelahan
mencari keadilan. Konteks lebih penting dari teks. Masih ada orang baik di dunia ini. Dan
berusaha menjadi baik, demi sebuah ketenangan dalam dirinya, agar tidak dikejar
rasa bersalah. Lupakan dulu sejenak tuntutan keadilan.
0 komentar: