Apriori,
Salah siapa kalau pikiran
melambung jauh, bersikukuh untuk mencari hidup lebih baik. Saya terbangun dari
tidur yang lama, sengaja ingin tidur lebih lama. Saya ingin lebih produktif
bermimpi. Mimpi merasuki alam bawah sadar yang belum juga menyadarkan. Dimanakah
ruang kenyataan?
Baru saja saya pulang dari
seharian memantau realitas. Saya membuka sedikit demi sedikit celah lusuh kota.
Saya menemukan detail kemunafikan dan keangguhan robot – robot di jalanan.
Dimanakah ruang nyaman dari kebusukan manusia yang pintar berbohong.
Tidakkah saya selalu menyalahkan
sistem yang sudah lama usang. Kemudian intelektual terjebak dalam arogansi
tafsir buku – buku ekonomi. Lalu apa yang bisa diperbuat oleh kutukan dan
umpatan.
Tidakkah saya seperti para pemuka
agama, ahli kitab yang tidak bisa dikritisi, kemudian tidak malu mengatakan ini
dan itu, sedangkan hati bicara, "persetan dengan tingkah laku". Tidakkah
nanti ada lagi orang yang ceramah soal keharmonisan keluarga tapi juga melakukan perceraian. Atau bicara soal moral tapi memakai duit umat, untuk
kepentingan perut dan perut bawah.
Dalam lamunan yang telah lama
juga, saya mendekati keputusasaan dari kebutuhan. Apa lagi yang dicari manusia
selain persoalan agar ia tetap hidup. Hidup bukan dengan sekedar makan. Tapi
bisa mencari hidup dengan tenang. Mana yang lebih baik hidup dengan tenang atau
makan dengan enak.
Tidakkah saya pencari masalah dan
kesalahan terbesar. Pembungkam ulung demi kepuasaan harga diri. Dimanakah harga
diri diantara manusia, dinilai menang kalau bisa mengalahkan orang dengan kesalahan.
Lupakan soal pertanyaan. Lupakan
soal tulisan ini juga. Lupakan ...
Saya ingin larut dengan lamunan kemudian tertidur lalu bermimpi lagi..
0 komentar: