Kecewa dan Bahagia
Manusia punya tujuan dalam
kehidupannya. Ia berbohong jika tidak punya mimpi, tujuan, dan apa pun itu yang
dapat membuatnya bergerak dari suatu tempat ke tempat lainnya. Albert Einsten
yang secara terang – terangan yang mengatakan ia adalah seorang bohemian, tapi
dalam perjalanan hidupnya dari buku yang saya baca, ia sejak kecil sudah
berencana untuk hidup bergelut dengan rumus-rumus.
Pembedanya adalah apakah manusia
itu sadar atau tidak. Ada manusia yang sadar dengan rencananya, ia merancangnya
dengan detail per detail. Apa yang musti dilakukannya dan yang tidak
dilakukannya. Ada juga manusia yang tidak ingin merancang rencananya, mungkin
ia lelah dalam merancang karena seringkali gagal. Kegagalan memang melelahkan.
Membuat orang tidak percaya lagi dengan mimpi, tujuan, dan sebagainya yang
menandakan ada apa di depan.
Saya selalu memaknai mimpi
sebagai bahan bakar. Ia adalah bahan bakar. Kecapaian mimpi bukanlah tujuan
akhir. Prosesnya adalah utama. Saya sadar, tidak mungkin serakah dengan seribu
hari. Setiap kali bangun pagi, selalu menikmati pagi. Udara pagi pagi per pagi
adalah kenikmatan tiada tara. Suatu kali saya pernah menulis, “aku tidak pernah
meminta pagi untuk lusa, aku hanya meminta untuk esok pagi, kalau tidak bisa
memaknai hidup untuk esok pagi, untuk apa ada lusa? Untuk apa ada seribu hari?”
Hidup yang dijalani dengan hari
per hari, membuat tidak pusing. Saya yang mencari hidup yang tenang, seringkali
sulit memikirkan lusa atau kapan pun. Dan
tidak akan mampu.
Kegagalan memang sering kali
mengaburkan. Kita sejak kecil dihipnotis habis-habisan kalau semua harus
berhasil. Keinginan yang besar harus terjadi. Jika berhasil ia akan sukacita
tiada tara. Kita manja dengan keinginan yang harus dipenuhi. Jika mampu
memenangkan pertandingan ia merasa bangga menjadi juara. Kemudian lupa, kalau
ada namanya kegagalan, ada namanya kecewa, ada sedih, ada tangis.
Kesalahan manusia adalah tidak
pernah mempersiapkan kegagalan. Mungkin manusia tidak mau gagal. Tidak mau
diremehkan. Tidak mempersiapkan kecewa. Tidak mempersiapkan sedih. Tidak
mempersiapkan apa pun untuk sebuah kesalahan.
Manusia yang merencanakan keberhasilan
juga perlu menyiapkan kegagalan. Dan manusia yang seringkali gagal tahu, kalau ada
batas kemampuan manusia. Seagungnya pikiran dan perasaan manusia, kebahagiaan
dan kekecewaan adalah keniscayaan. Saya adalah manusia yang seringkali gagal. Hidup
itu sesederhana : berencanalah semampu mungkin dan jalani hidup hari per hari
dengan terbaik, siapkan kecewa. Karena hidup cuma dua, soal kecewa atau bahagia. Itu saja.
0 komentar: