KTP

Monday, January 30, 2012 Standy Christianto 0 Comments

KALI ini saya berada di balai desa. Sengaja, berada disana untuk  melihat  aktivitas rutin. Balai desa itu ibarat  gedung putih kalau lingkup lebih luas.  Semua aktivitas rutin berawal dari sini. Saya duduk, sesekali melihat, sekali bertanya, sesekali nyengir.

ADA saja yang datang untuk berbagai keperluan. Yang paling sering orang yang mau bikin KTP. Saya ingat beberapa kali saya harus bolak balik bikin KTP, karena seringkali lenyap. Dan saya sekarang duduk manis memperhatikan orang yang bikin KTP.

DATANGLAH seorang bapak. Bapak itu tampak setengah baya. Dengan langkah gontai, tapi pasti. Bapak itu mulai masuk ke ruang balai. Pas di depan saya, ia duduk.

SAYA yang sudah beberapa menit duduk, asik melihatnya. Di tengah keasikan, saya mendengar nada tinggi bapak, sesekali dengan kata – kata ngeyel. Tampaknya si bapak ingin KTP-nya ditukar dengan KTP elektronik, alias E-KTP.

JAMAN sekarang E-KTP memang jadi tren. Saya ingat, pernah membaca hal itu, di tahun ini paling tidak akan menjadi transisi KTP konvesional ke E-KTP. Dan bapak itu rasanya, tidak ingin ketinggalan jaman dengan KTP konvesional.

ENTAH bapak ini, sengaja karena sudah kenal, jadi tidak membawa persyaratan RT/RW. Sekedar info saja, kalau mau minta surat apa pun ke balai desa, semua harus melewati birokrasi mulai dari RT terus ke RW, kemudian ke balai desa. Namun, bapak ini enggan. Dan perdebatan pun terjadi. 

BAPAK ini merasa ribetnya setengah mati. Hanya untuk sebuah pengakuaan dari kartu kecil ini perlu persyaratan seabrek. Dan bapak itu ngeyel bahwa itu tidak penting. Serunya, bapak itu tampaknya sangat antusias dengan E-KTP.

SAYA masuk duduk diam mendengarkan. Tapi, bibir saya sudah tidak tahan untuk ikut ngomong. Setidaknya untuk membantu si mbak pembuat KTP yang kelihatannya sudah terpojok dengan kata – kata si bapak yang ngeyel itu.

AKHIRNYA, saya ikutan ngomong. Tanpa skenario, saya menjelaskan bahwa E-KTP tidak lah begitu penting, lagi pula KTP bapak belum kadaluarsa. Untuk apa bikin baru. Eh,di luar skenario, saya malah dimarahi oleh si bapak.
PENUTUPNYA, si bapak pergi tanpa hasil. Karena memang tidak memiliki prsyaratan lengkap. Dan E-KTP lum masuk ke kecamatan ini. “Baru 6 bulan kedepan,” kata si mbak pembuat KTP.

SAYA masih duduk diam, sesekali melihat, sekali bertanya, sesekali nyengir. Saya nyengir, karena KTP saya sering bolak balik bikin KTP. saya sudah tahu bagaimana ribetnya bikin KTP.  Memang hanya untuk sebuah pengenal itu butuh  birokrasi yang panjang. Tanya itu, tanya ini, butuh itu, butuh ini. ke pak RT lah, ke pak RW yang orangnya belum tentu ada.

SAYA masih nyengir. Mungkin bapak itu adalah saya yang sering bolak balik ke balai desa, karena lagi –lagi bikin KTP. lalu, saya ngeyel karena malas ngurus ke RT/RW, minta dibikinin langsung oleh balai desa. Sudah beberapa kali saya ditolak, tapi saya tetap ngeyelllll...............








0 komentar:

Tempat Sampah

Monday, January 23, 2012 Standy Christianto 0 Comments

BENDA yang paling langka di desa ini adalah TEMPAT SAMPAH. Hampir setiap sudut rumah di desa ini tidak ada tempat sampah. Tempat sampah dalam bentuk apapun tidak ada. Kalaupun ada, itu juga cuma sekedar tempat sampah non permanen, alias kantong kresek, atau kardus rombeng.

KALAU menemukan tempat sampah, yang benar - benar dikhususkan sebagai penampungan sisa hasil rumah tangga, rasanya saya belum pernah melihatnya di depan rumah. Hampir semua sampah menumpuk di samping rumah, namun yang paling sering adalah di belakang rumah.

LALU, dimana mereka biasa membuang sampah rumah tangga ? Ya, itu tadi, di belakang rumah ! semua sampah yang ada di rumah, dibuang kebelakang rumah. Dibiarkan menggunung, kemudian dieksekusi dengan cara dibakar.

Me – manage  sampah dengan cara dibakar memang tidak dianjurkan oleh ahli kesehatan lingkungan. Parahnya, tidak hanya  desa ini yang melakukan hal itu. Semua desa se-kecamatan yang saya tahu juga melakukan hal yang sama.

INI masalah bersama. Sebenarnya, keadaan ini bisa dipecahkan bersama – sama dengan aparatur kecamatan, desa, dan mahasiswa yang KKN seperti saya. Saya yakin kordinasi akan lebih mudah jika mengunakan aji mumpung KKN. Ya, paling tidak menyediakan lahan untuk penampungan sampah sementara di desa. Atau lebih idealnya menyiapkan tempat pembuangan akhir tingkat kecamatan  atau gabungan kecamatan.

SAYA pikir cara itu akan menjadi peninggalan berarti bagi seluruh warga desa , daripada sibuk dengan proker penyuluhan lingkungan sehat.  Program yang sekali jalan, lalu habis ditelan angin.

DI paragraf  terakhir ini, saya mau kasih alasan mengapa hal itu sulit terjadi. Karena saya dan mungkin yang lain, terlalu sibuk dengan proker sendiri.  Dan tolak ukur dari proker adalah NILAI. Tidak lebih dari itu.



0 komentar:

Wayang

Saturday, January 21, 2012 Standy Christianto 0 Comments

SUASANA nonton wayang mengingatkan saya dengan masa kecil. Ini serius.  Dulu, saya masih ingat, suasana seperti ini. Keadaan yang ramai seperti sekarang, berdesakan orang jualan kacang, jagung yang ditemani dengan lampu templok. Dan saya merasakannya lagi.

BUKAN karena saya sok kekotaan. Seumur hidup beru pertama kali saya lihat langsung wayang sesungguhnya dengan dalang dan bunyi-bunyian sinden. Tengah malam ini, saya merasakan atmosfer masa kecil. Ini serius.

ATMOSFER ini hampir mirip dengan dulu kecil saat  menonton layar tancap.

ARTINYA, saya pernah merasakan keadaan seperti ini. dengan riuh orang yang bergegas kumpul menyaksikan pertunjukan rakyat. Hal seperti itu dapat dirasakan malam ini. desak – desakan orang mengingatkan saya waktu kecil. Barang dagangan itu juga hampir mirip.

INI barang kali adalah sebuah ironi. Tempat dulu saya kecil tidak lagi seperti ini. Saya pikir bukan tempatnya sudah berubah. Tapi kebiasaan yang telah berubah.

SAYA sering bertanya dalam hati, seperti apa hidup yang lebih baik dan telah maju  itu? Berada di sebuah kebiasaan lama, dengan kultur dan tingkah pola lama, atau mengikuti perkembangan teknologi.

SEBENARNYA, saya juga tinggal di desa, di kartu tanda penduduk pun masih tertulis desa. Namun, atmosfernya telah berbeda. Saya dan radius beberapa kilometer sekitarnya telah berubah.

SAYA bukan lagi seorang anak kecil yang senang keramaian pertunjukan rakyat, seru melihat pedagang dengan lampu remang – remang. Sekarang, berubah menjadi anak yang terbiasa dengan hiruk pikuk kota.

WAYANG terlihat begitu lucu, keramaian dan hiruk pikuknya juga masih melintas sama. Tidak jauh berbeda dengan pertunjukan layar tancap.

DI tengah malam ini juga, wayang telah melempar saya ke belakang. Dan saya mencoba merefleksikan diri.








0 komentar:

Ngobrol

Friday, January 20, 2012 Standy Christianto 0 Comments

LUCU juga  kalau dipikir –pikir. Bapak yang pernah dulu ngobrol dengan saya di kereta adalah pembimbing KKN saya sekarang. Ya, saya rada kaget saat diperkenalkan dosen pembimbing lapangan. Saya melihatnya, sembari mengingat – ingat ciri – ciri dosen biologi  yang ngobrol dengan saya waktu itu di atas kereta ekonomi.

SAYA terbiasa dengan mengunakan kereta ekonomi pulang ke Tangerang. Disana saya bisa berinteraksi dengan siapapun. Di kereta yang kadang dianggap remeh oleh orang itu, saya terbiasa mendapatkan ilmu dari orang berbagai kelas.

SAYA salah satu dari sebagian orang yang percaya bahwa kendaraan umum tidak sekedar alat transportasi, namun juga sebagai ruang interaksi sosial berbagai kalangan. Tidak semua orang yang naik kereta ekonomi adalah orang kelas bawah. Bisa saja, orang yang kategori mampu namun sengaja naik kereta ekonomi, karena ingin merakyat, tapi yang begini sangat jarang.

YANG paling sering, adalah orang –orang yang kelas atas tapi sudah kehabisan tiket eksekutif atau bisnis, karena merasa rugi beli tiket mahal tapi tidak dapat tempat duduk, jadi pilihannya jatuh pada kereta ekonomi. Biar berdiri yang penting murah.

KALAU alasan saya, sama seperti di atas, bahwa dengan kereta ekonomi kita diberi kesempatan untuk berinteraksi dengan semua kalangan. Tidak seperti di kereta ber-AC, yang masing – masing sibuk kedinginan.

HAL ini juga yang menjadi keuntungan buat saya. Saya kaget juga, bapak itu masih ingat dengan saya. padahal rentang waktu itu begitu lama. Bahkan bapak itu yang lebih dulu menanyakan ke saya, memastikan bahwa saya adalah anak yang diajak ngobrol tentang kuliah di atas kereta.

 YA, ternyata bapak itu masih ingat dengan saya. sebuah “Kebetulan” itu harganya mahal. Kalau saya pikir lucu juga dengan keisengan saya mengajak ngobrol dengan orang disekitar ternyata Ia adalah orang yang berhubungan langsung dengan saya selama sebulan ke depan.

YANG bikin kaget adalah, bagaimana bisa dengan ribuan mahasiswa dan saya bisa bertemu dengan bapak itu di mimbar yang berbeda. Dulu di kereta sekarang di KKN.

SAYA banyak belajar. Ternyata ngobrol itu ada untungnya juga, sifat sok kenal atau pengin kenal bisa menjadi sebuah kebetulan yang seru.

SAYA yakin Tuhan itu masih MAHA SURPRISE, kehidupan sebagai ceritaNYA menyajikan kejutan. Tinggal dinikmati saja... 

0 komentar: