Harapan,

Friday, December 26, 2014 Standy Christianto 2 Comments

Semiskin-miskin hati, ia akan kaya dengan harapan. Apalagi yang dimiliki manusia, jika ia yakin dengan harapan, suatu saat ia akan mendapatkan yang baik. Agaknya ini sebuah retorika yang diawang-awang. Kita akan hidup dalam imajinasi yang “akan datang”, melupakan bahwa kita adalah manusia yang “sekarang”

Dalam sebuah jeda, aku tidak percaya dengan imajinasi yang membuai. Namun dalam jeda yang lain, harapan mampu menenangkan. Di titik yang paling membosankan, ia menjadi pemacu.

Dalam sebuah moment akhir tahun ini, diantara umur yang baru dan tahun yang akan baru, aku kembali termenung.

Hidup yang terlalu singkat. Juga terlalu lama jika dihitung pelan. Siapakah aku ? kemudian banyak ucapan selamat menapaki umur yang baru, dengan penuh harapan untuk segala keinginanku yang baik. Sebagai layaknya manusia, aku terkejut. Ternyata manusia ini dianggap ada. Manusia ini dianggap eksistensinya.

Kemudian pertanyaan selanjutnya, Setelah itu apa ? Sebagai selayaknya manusia, apa yang telah diperbuat untuk manusia sesamanya? Apa yang akan di perbuat kelak dengan manusia yang semakin ringkih, tua, dan berdebu ini?

Angka – angka yang terlanjur berganti di kalender, malahan membuatku terus mengular.

Di tahun ini banyak juga yang tidak terselesaikan. Terlalu banyak rencana, malah banyak yang tidak terlaksana. Kemanakah menghindar ?

Semoga esok, bisa bermanfaat untuk lebih banyak orang. Bisa jadi pribadi yang menyenangkan bagi manusia lain. Bisa terus berefleksi apa yang telah diperbuatnya di peradaban ini. Apalah manusia jika ia tidak bisa menyenangkan manusia yang lain. Semoga.


2 komentar:

Proses,

Monday, December 08, 2014 Standy Christianto 0 Comments

Kadang kamu tidak tahu kapan harus berhenti. Angkuhkah itu namanya ? jika suara kecil yang menyuruhmu untuk hentikan langkah, tapi malah kamu suka dengarkan suara lain, suara yang lebih keras untuk tetap berjalan. Entah ini hasrat, nurani atau keangkuhan, atau kamu bisa jelaskan kata lainnya?
Kadang kamu tidak tahu kemana langkah akan membawamu pergi. Dan aku sedang memastikan ini bukan mabuk anggur, yang menghilangkan kesadaran, yang haus oleh kemabukan dan ketidaksadaran. Aku juga sedang mengecek, jangan juga karena meminum air asin. Semakin haus jika terus-terusan diminum.
Proses yang terlalui akan terus dilalui. Dalam hidup, proses adalah keniscayaan berlapis. kadang ia menjelma dalam niat baik dan akal sehat. lalu ia bisa jadi ukiran yang paling manis dalam benda yang hidup. Yang terus menerus membuat lebih hidup. Tapi Ia juga ukiran yang menyakitkan. bahkan dalam ketiadaan perasaan, bisa membuat sakit.
Interaksi yang dibangun antar manusia dalam bangunan sistem yang terlahir dari percakapan visi dan misi yang telah memabukanku. Ia menjelma dalam nadi yang memerah bersama dengan ambisi. Keluar seperti lava yang memerah, memanas, dan membara. Ambisi bersama dalam kapal yang berperang di tengah lautan. Bersama – sama sekumpulan orang yang bisa baik atau tiba- tiba buruk
Mungkin saja. Aku akan menunggu sampai terduduk di bahu jalan, kemudian menghela napas yang terengah. Siapa tahu ada waktu yang akan menjawab, saat ia bersama-sama kelelahan dan keletihan. Mungkin saja bertemu resiko. Aku terjatuh dan tersesat. 
Aku juga percaya, dalam prosesnya masing-masing manusia, tidak sama dan selalu punya caranya sendiri. Aku tidak menampik ada suara yang parau, lalu membuat jeda pikiran untuk mengunyah kembali atas sebuah pilihan untuk terus maju. Yang jadi soal, mereka bicara keadaan seakan setiap orang sama rata. Padahal aku rasa tidak.
“Tuh kan, kamu sedang tidak mendengarkan suara kecil yang membuatmu berhenti,” Pertanyaan itu akan mengular panjang, dan berjeda-jeda. Tapi adakah seorang pelari yang sembarangan berlari ? atau seorang petinju yang sembarangan memukul ?
Sebagai manusia, aku berhitung. Memilih berjalan maju, berproses dan mengambil tanggung jawab lagi bersama sekumpulan visi. Aku namakan ini fragmen kecil dari sebuah proses yang lalu. 



0 komentar:

Hidup itu ... ,

Tuesday, November 18, 2014 Standy Christianto 0 Comments

Kamu tahu apa itu hidup ?
Hidup adalah kesederhaan. Sesederhana dalam kata yang tertutup rapat. Ku tutup rapat – rapat. Ku simpan dalam ruang yang tahu hanya aku. Sesederhana hening yang kemarin, atau angin yang tak terbalas sepoinya. Sesederhana dalam sebuah tulisan yang tidak pernah kunjung selesai ku tulis.

Kamu tahu apa itu hidup ?
Pernah mendengar keramaian dan hiruk pikuk yang memekakkan telinga ? kemudian muncul pelan suara yang tersembunyi dalam sunyi, tapi mampu kamu dengarkan dengan keras. Ia timbul dari pendengaran yang dalam, yang tenang, dan yang sunyi.

Hidup soal ketenangan yang timbul dari perasaan yang muncul tiba-tiba, tanpa diminta. Pelarian yang tidak pernah habis akan berhenti pada satu titik itu. Ia seperti sungai yang  mengalirkan air dari hulu ke hilir, yang tiba-tiba sesekali terdengar dari suara gemerincik tetes air hujan pada daun yang melentik. Suaranya hanya dapat didengarkan bersama hening.

Dalam sebuah hari – hari itu, aku sedang memikirkan apakah aku menikmati hidupku sendiri. Entah dalam ruangan yang  cari sendiri, atau tidak. Tapi adakah hari-hari yang menyenangkan.

tiba-tiba aku ingat film “Life Of Pie”. Pencarian dari seorang anak di tengah lautan luas. Sungguh asyik, hidup hanya ditemani seorang 'teman' yang bisa diajak bermain. Apalagi di tangah lautan lepas. Gunakan matamu seluas pandangan jagat raya. Gunakan hidungmu mencium bau lautan biru nan luas. Gunakan tanganmu bermain air sesukamu. Lalu Berdirilah, kamu nikmati lautan dan langit dengan menghirup napas pelan-pelan, kemudian melepaskan kebosanan dalam setiap napas yang kamu keluarkan itu.

Itu tanda kehidupan. Nafas yang kita hirup adalah kesakitan, kekecewaan, sakit hati, kegagalan, menunjukan itu. Semua yang datang tidak dapat ditolak. Ia muncul tanpa diminta. Mereka akan datang satu per satu. Tapi itulah hidup.

Setiap nafas punya arti, jika kamu tidak mau tersesak dengan itu, keluarkan pelan – pelan. Kamu mampu. Kamu bisa keluarkan itu. Aku tahu semua orang mampu. Kita hanya mudah bosan dengan segala yang menyebalkan itu.

Hidup tidak pernah adil. Bukan berarti kamu tidak punya alasan untuk percaya bahwa tidak ada keadilan. Ada hal yang lebih baik dari segala hal yang adil. Ada namanya kebahagiaan. Keadilan tidak pernah habis dituntut,  tapi kebahagiaan akan terus datang. Kamu tinggal memilihnya. Kamu tinggal menentukan.

Semua yang terbaik telah disediakan. Aku sedang menikmati hariku dengan menulis ini. Nikmatilah hari-harimu sendiri. 


0 komentar:

Jakarta,

Tuesday, November 18, 2014 Standy Christianto 2 Comments

Hai apa kabar, Jakarta ?

Masihkah kamu kota seribu angkuh itu ?

Realita memang berbeda, mungkin lama kelaman akan berbeda. Dulu seperti melihat lubang sedotan dari sebuah kota besar. Dengan segala keangkuhan yang lengket melekat di badan. Dengan segala sok tahu. Mungkin kali ini aku harus binasa dengan keangkuhan.

Realita memang selalu begitu. Kadang yang tidak disukai malah datang menghampiri dengan pasti. Lalu ia menjelma dalam realitas yang harus dijalani perlahan. Seperti hujan yang melambat mau habis. Lama kelaman perlahan berhenti.  

Aku kerdil. Kecil. Dan Muram.

Realita yang terbalik akan mengikutimu sampai tersesat. Tersesat menjelma dalam duka. Mungkin juga bernyanyi suka.

Hai apa kabar, Jakarta ?

Aku rindu keangkuhanmu.



2 komentar:

Mulai lagi,

Thursday, November 06, 2014 Standy Christianto 0 Comments


Saya harus memulai lagi membuang waktu bak kotoran kuat yang tertahan di dalam perut.

Paling tidak itu yang ada dalam pikiran yang limbung di dunia yang penuh sesak,  Jalanan yang bising, udara yang pekat,  suara – suara yang kecil yang parau.

Keadaan akan membuatmu pergi ke dalam labirin yang berisi kemunafikan. Tanganmu akan tetap memegang kuat kepercayaan semu. Walaupun begitu kamu harus punya kepercayaan. Untuk apa dirimu jika ia tidak percaya denganmu.  Biarkan kemana angin akan membawamu pergi ke dunia yang munafik atau yang asik.

Angin akan memaksamu untuk mengalun sepoi.  Keringat sebulir jagung akan terhapus karena sepoinya. Kamu larut dengan karena segarnya. Mungkin sesekali angin akan membiarkanmu tertidur lelap di tengah 
padang rumput yang hijau.  Kamu jangan terlena. Kamu jangan pulas tertidur.

Bukankah suatu kali kamu pernah berkata, “mimpilah sebesarnya, lakukan yang sebisanya,”

Kamu dihantam peluru dari berbagai sisi, gempuran sinis yang menghakimi. Kamu malu terisak di tengah – tengah keramaian. Apa boleh buat, hanya itu yang dapat diperbuat. Sisakan saja yang belum dilakukan untuk dilakukan

Suatu kali kamu pernah merasakan, “kuatir tidak akan menambah sehasta saja dalam hidupmu,”

Lalu mengapa kamu beristirahat di tengah jalan. Kamu telah beristirahat terlalu lama. Kamu takut ?

Ketakutan sumber kekuatan. Kekuatan yang bermula dari pikiran yang menjelma dalam dugaan yang samar. Bayangan yang berada di luar sekat realitas. Ketakutan akan membuat berpikir dua kali lebih baik dari sebelumnya.

Akh.. mungkin kamu lebih hebat dari pikiran.

Atau memang kamu sedang mencari permainan baru. Masalah baru. Mimpi baru. Atau sesuatu lain yang baru.. 




0 komentar:

menulis,

Sunday, September 21, 2014 Standy Christianto 0 Comments

Ada yang menulis sebagai profesi, karya yang menghidupinya.
Ada yang menulis sebagai terapi, hidup yang menghidupinya. 

0 komentar:

download materi diksar 1 LPM AGRICA

Friday, September 12, 2014 Standy Christianto 0 Comments

Sila download materi diksar di link ini,

1. Apa itu KEJ oleh wikipedia
2. Pasal - pasal KEJ 
3. Objektifias dan 9 Elemen Jurnalisme oleh Budi Setyono (Busyet), Sekretaris Yayasan Pantau, pernah aktif di LPM Hayam Wuruk



Buku referensi




Selamat Belajar !




0 komentar:

Kepentingan Akar Rumput dan Konflik Elite

Wednesday, June 04, 2014 Standy Christianto 0 Comments

Tidak semua paham dengan benturan. Juga tidak semua merasakan benturan. Dalam struktur masyarakat juga demikian. Saya suka membagi  struktur menjadi dua, kelompok elite dan kelompok akar rumput. Kelompok elite ini yang disebut memiliki jabatan dan kuasa, dan kelompok akar rumpur adalah kelompok yang tidak memiliki kepentingan jabatan dan kuasa. Atau dalam bahasa yang lebih sederhana, kelompok atas dan bawah.
Konflik elitis berkutat pada konflik yang bersifat kekuasaan, yang sebenarnya konflik yang itu-itu saja. Misalnya pembagian kekuasaan, gengsi jabatan, dan uang. Para elite punya quotes andalan “posisi yang semakin tinggi akan semakin banyak angin yang menghempas” entah apa yang diperjuangkan oleh para elite, namun konflik itu yang akan terjadi itu-itu saja.
Ironinya adalah kegaduhan tingkat elite seringkali tidak dipedulikan oleh akar rumput. Misalnya, kegaduhan Pilpres 2014 yang memperebutkan posisi paling elite, yaitu presiden. Coba tanyakan saja kepada tukang angkringan, mereka tidak peduli dengan kegaduhan itu. Bagi mereka siapapun  yang jadi presiden, yang penting jualan mereka laku, dan keluarga masih bisa makan.
Konflik elite seringkali tidak dipahami oleh akar rumput. Mengapa mereka ribut ? lalu apa yang sedang mereka perjuangkan ? jika atas nama rakyat diperjuangankan, rakyat (baca : tukang angkringan) toh tidak paham yang diributkan.  
Suatu kali saya membuat sekolah komunitas, untuk melakukan intervensi sosial kecil-kecilan dengan pembuatan coklat. Mengapa Cokelat ? karena hampir semua wanita menyukai cokelat. Hal ini kelihatan menarik bagi mereka. Ternyata benar, terlihat mereka menikmati kegiatan tersebut.  Ada senyum di wajah mereka. Saya pikir ini mungkin menjadi ‘mainan’ baru di tengah aktivitas rutin mereka selain bekerja menjaja diri. Halini jika dilakukan terus menerus  bisa mengubah cara tindakan dan pikiran mereka.
Jika sekolah komunitas diminta sendiri oleh akar rumput, maka intervensi sosial akan terjadi. Keinginan kami membuat coklat tidak sekali, namun berkali –kali dilakukan. Syaratnya, pembuatan coklat selanjutnya memang diminta oleh mereka. Bukan oleh kami.
Harapannya, melalui intervensi  itu kemudian disusupi materi tentang kesadaran kritis sesuai kebutuhan mereka. Termasuk kesadaran untuk keluar dari tempat tidak beradab ini. Sedikit demi sedikit akan menjadi bukit. Brain washing akan dilakukan berbalut cokelat. Melalui cokelat itu, mudah-mudahan ada jalan masuk perubahan berpikir masyarakat.
Di sisi yang lain, ada benturan yang keras untuk pendirian klinik komunitas. Dengan adanya klinik, sebenarnya bisa membantu dalam mengontrol kesehatan, terutama epedemi HIV. Dari sudut subjektif, saya pikir pendirian klinik dengan alasan kemanusiaan amat tepat, karena di klinik umum mereka sering mendapatkan perlakukan diskriminasi baik dari petugas kesehatan maupun dari masyarakat sekitar. Ternyata memberikan layanan kesehatan untuk komunitas yang termajinalkan tidak semudah itu. Pendirian klinik terbentur masalah etis, yaitu persepsi masyarakat umum. Pendirian klinik komunitas terbentur persepsi masyarakat tentang legalisasi lokalisasi dan perijinan.
Benturan elite pun terjadi, benang kusut mulai mengusut. Bola mengelinding di tingkat elite. Pendirian klinik mulai dipermasalahkan. Selain terbentur masalah ijin, kemudian mengelinding ke pembagian keuntungan. Para elite mempersoalkan bagaimana cara membagi ‘kue’ mulai dari ijin, infrastruktur, perlengkapan, dokter, perawat, dan lain sebagainya. Akhirnya, klinik terbengkalai.
Terlepas dari permasalahan itu, saya sedang membanyangkan apa yang dipikirkan dari akar rumput di komunitas itu?  Apakah mereka peduli dengan pembagian keuntungan itu ? entahlah, saya tidak pernah mensurvei tingkat kepedulian mereka. Saya lebih senang memikirkan jawaban dari pertanyaan semalam, “mas, kapan kita bikin cokelat lagi?” 

.... Mei 2014

0 komentar:

Pola dan Simpul

Wednesday, June 04, 2014 Standy Christianto 0 Comments


Saya ingat kata – kata dari sebuah kutipan film Sherlock Holmes, “dunia ini terdiri dari  pola,” film detektif yang fiksi ini, mengajarkan saya tentang sebuah pola dan simpul. Bahwa dunia ini adalah sebuah keterpolaan yang dapat dibaca, dan tidak acak. Dalam film tersebut, Sherlock Holmes yang digambarkan sebagai orang yang aneh, dengan tiba- tiba ia dapat menguraikan kasus pembunuhan yang terjadi dengan melihat detail dari bukti – bukti yang terjadi di lapangan.
Suatu kali saya berpikir tentang sebuah tempat yang terpisah jauh dari peradaban, dan dianggap sebagian orang tempat yang tidak beradab. Bagaimanakah bangunan struktur masyarakat yang dianggap  melakukan tindakan yang tidak beragama dan tidak beretika, bisa terbangun dengan ajeg. Bukankah agama adalah alat untuk mengatur masyarakat, dan etika adalah bangunan pola yang dilakukannya?
Saya bukan Sherlock Holmes, dan tidak mau juga menjadi tokoh fiksi. Tapi Sherlock Holmes mengajarkan saya tentang pola dan simpul. Beberapa hari saya intens  untuk datang mencari  pola dan simpul yang terjadi di Gang Sadar. Saya datang saat mulai dari wanita-wanita yang bangun tidur disiang hari, kemudian mulai pekerjaannnya dengan alat kosmetik, menjajakan diri, menunggu tamu, dan kembali tidur kembali.
Paling tidak saya menemukan dua hal yang menarik perhatian, keteraturan yang dibangun oleh waktu bekerja, dan pola relasi ekonomi yang membangun kultural secara tidak sadar yang membangun kesadaran bertindak, berpikir, dan berperasaan.
Pola waktu yang ajeg adalah tantangan dan peluang mengorganisir. Di satu sisi, dengan pola waktu yang ajeg akan membuat mereka nyaman dengan kondisi tersebut. Seperti seorang yang setiap hari dibangun tidur terbiasa dengan menonton televisi, lalu saya menyuruh untuk mandi. Kebiasaan yang terbangun itu akan sulit diintervensi. Peluangnya adalah jika intervensi sosial ini membangun sebuah kesadaran baru. Maka perubahan sosial akan terjadi.
Manusia adalah bagian dari manusia lain. Manusia adalah serigala bagi manusia lain, homo homini lupus, mungkin begitu katanya. Yang kuat, secara sosial akan ‘melemahkan’ manusia lain. Kuat tidak secara fisik, namun juga pengaruh kuat secara sosial. Pengaruh secara sadar dan tidak mereka sadari. Jika saya benar, relasi ini akan membangun simpul massa di masyarakat. Simpul inilah bagian yang perlu diintervensi secara sosial.  
Simpul-simpul ini yang sedang saya cari, terlebih simpul secara kultural, dan terbangun secara tidak sadar. Misalnya, siapa yang mampu menjadi penggerak di satu masing-masing rumah kost ? siapa yang berpengaruh dalam pola waktu yang ajeg ? apa yang bisa menjadi ‘gula’ untuk mengumpulkan massa? Apa yang dapat membuat mereka berpikir selain kebutuhan ekonomi? Apa-siapa-bagaimana-mengapa terus menerus mengular dalam pikiran saat di lapangan.
Kembali kepada Sherlock Holmes. Pencipta Sherlock Holmes adalah Arthur Conan Dyle, seorang fisikawan. Layaknya seorang fisikawan berpikir, bahwa dunia ini adalah alam semesta yang terbangun secara pola. “Tidak ada hal yang baru dalam dunia ini,” Kata Einsten. Kemampuan seorang fisikawan adalah menemukan pola yang terjadi dalam alam semesta, kemudian sains menjelaskan pola tersebut menjadi sebuah rumus – rumus.

Cara berpikir seperti itu membuat saya terus menerus mencari dan mengamati secara sosial pola kehidupan para wanita harapan bagi keluarganya di rumah. Realita sosial yang terdiri dari wanita-wanita yang terjebak dalam kebutuhan ekonomi menantang dalam berpikir. Walaupun saya bukan Sherlock Holmes. Lagipula saya juga tidak mau jadi tokoh fiksi, maka saya seharusnya bisa berbuat nyata bagi perubahan yang lebih baik di masyarakat.

... April 2014

0 komentar:

#11

Friday, March 21, 2014 Standy Christianto 0 Comments


Siapa yang datang dengan hati terbuka akan pergi dengan kepala tegak. Juga pada hati yang  terlanjur terbuka akan terisi dengan ketenangan yang lain. Ia akan kembali seperti semula ketika manusia mengenal senyum sukacita.

Semua yang baik. Semua yang adil. Semua yang murni. Semua yang suci. Semua yang pernah dipikirkan itu akan kembali sedia kala.

Sama seperti kesakitan, ia tidak pernah kekal. Ia datang dengan berbagai bentuk. Ia akan menjelma dugaan dan samar, tapi tidak selamanya manusia dibiarkan goyah, tidak sesekali pun ia dibiarkan sendiri. 

Pun belum tergantikan bukan berarti tidak ada. Memang manusia diciptakan unik, tidak tergantikan. Tempat yang pernah terisi biarkan saja terbuka. Persiapkan tempat yang baru, yang bersih, tanpa dendam dan tanpa tendensius. Segala yang baik dan segalanya yang buruk akan datang. Untuk itu manusia perlu adil untuk memberikan ruang alasan, pembelaan dan pemakluman.

Ketegangan tidak memberikan ruang apapun selain hati yang terus menerus menggebu, maka ketika waktunya memilih, pilihlah. Ketika memutus, putuskan. Ketegasan pada diri sendiri memberikan pelajaran pada orang lain, bahwa dirimu adalah manusia yang berjalan mengarah pada kepastian.

Keberuntungan dan nasib baiklah yang dulu menemukan jalan yang searah, seiring, dan sepikir. Hujatan dalam bentuk apa pun tidak pantas diucapkan oleh kita, seonggok manusia yang daif ini.

Dari dalam hati yang keras ini, ucapkan pelan tentang syukur tiada henti. Karena masih ada pagi, tidak perlu menunggu seribu pagi untuk mengucapkan "terimakasih pagi". ini atas nama hari - hari yang  tidak pernah mendahului senyum pada sinar teduh yang lalu.

Terimakasih pernah melewati fragmen-fragmen waktu yang penting,  selama itu juga  hidup bukan soal hitam dan putih ternyata juga ada warna warni. Inilah sebuah kepercayaan : putih adalah kesucian. Artinya, semua telah terlewati dan akan dilewati adalah baik adanya.

Semua manusia berhak menilainya. Semua manusia berhak memberi arti dari semuanya.

Entah mengapa aku ingin bilang kata-kata ini "kita terlalu muda untuk bicara tentang dendam, kesakitan dan kebencian" dan selanjutnya, "kita tidak akan  menua jika bicara tentang cinta, harapan dan perdamaian"
..
..

..

0 komentar:

SMS,

Wednesday, March 19, 2014 Standy Christianto 0 Comments

Saat malam dengan lamunan, tiba-tiba sms masuk :
"Pada awalnya semua orang bangga dengan pililhanya. Tapi pada akhirnya, tidak semua orang setia pada pilihannya. Saat ia sadar bahwa yang dipilihnya mungkin tidak sepenuhnya seperti yang diimpikannya. Karena yang tersulit bukanlah memilih, tapi bertahan pada pilihan. Right ?"
Ya, kita akan dihadapkan dengan banyak pilihan. Merah. Biru. Kuning. Putih. Hitam. Kalau memilih karena terdesak, suatu saat nanti kita akan tersentak, karena yang sempurna cuma ada di impian. Selebihnya, hanya pahit. Sebelum ingin merasakan manis, lebih baik mempersiapkan lidah untuk pahit. Agar tidak main-main dengan pilihan.

Karena yang tersulit bukanlah memilih, tapi bertahan pada pilihan...

0 komentar:

Jalan Baru,

Wednesday, March 19, 2014 Standy Christianto 0 Comments

Ini yang disebut hidup. Ia berjalan apa adanya. Dengan segala isinya. Bergerak sesuka hati. Mengalir dengan pasti. Jika ingin terus hidup, saya harus belajar lebih banyak dari semuanya. Dari apa yang sedang dinikmati atau tidak dinikmati.

Pada satu titik, saya merasa tidak ada lagi yang perlu diamini dari masa yang telah lewat. Kejayaan masa lalu adalah untuk masa lalu. Mengingat kejadian yang telah lalu tidak akan memberikan apa pun selain kenangan usang.

Saya tidak lagi terlalu banyak berfilsafat. Mengambil teori, pemikiran, rumus, atau apapun yang berasal dari orang lain. Saya merasa terjebak dengan itu. Tidak realitis. Tidak sama persis dengan dunia ini. Saya tidak mau tersesat dengan jalan pikir orang lain.

Tentu saja dengan semua yang telah berlalu, saya harus dengan pasti melangkah. Tidak lagi dengan teori usang para manusia bumi yang sering kali menjebak.

Pemikiran yang lahir dari pemikiran sendiri akan lebih baik. Ia bicara dengan  lewat hati sendiri. bergerak dengan intuisi. Mencari jalan sendiri.

Jalan yang dicari sendiri akan bertemu dengan jalan baru. Jalan baru akan berisi dengan hal yang baru . hal yang baru yang tidak membosankan. Hal baru yang tidak perlu diperdebatkan keberadaannya. Tidak perlu risau. Tidak perlu bingung.

“Yang tidak kelihatan bukan berarti tidak ada.”



0 komentar:

Syukur,

Monday, March 10, 2014 Standy Christianto 0 Comments

Entah, tiba - tiba aku mau bersyukur dengan hidup ini. Dengan segala yang ada dan yang telah terjadi. Aku merasakan betapa hidup yang tidak mudah ditebak ini begitu indah. Aku tidak melihat sebagai ketakutan. 

Aku mau bersyukur dengan segala yang aku miliki. Hari ini di tengah musik yang ku putar ini. Aku menikmati kesegaran dalam setiap hirupan nafas.

Aku mulai lagi hari yang baru dengan menuliskan beberapa hal sederhana yang aku impikan. Dan hal yang akan ku kejar. Seperti  baru saja selesai istirahat, aku mulai memikirkan bagian – bagian yang akan aku lewati nanti. Hari demi hari. Detik demi detik.

Mungkin ini yang disebut hidup menerima apa adanya, sembari menikmati apa yang ada, kemudian memikirkan apa yang harusnya dilakukan.

Mungkin ini yang disebut kehidupan. Dan setiap orang berhak menikmati setiap keping hidupnya setiap saat. Biarlah semua makhluk mendapatkannya. 

Tuan Semesta, dalam bentuk apa pun itu. Terimakasih atas segalanya.
Sungguh aku menikmatinya ...  







  

0 komentar:

Kecewa dan Bahagia

Thursday, March 06, 2014 Standy Christianto 0 Comments

Manusia punya tujuan dalam kehidupannya. Ia berbohong jika tidak punya mimpi, tujuan, dan apa pun itu yang dapat membuatnya bergerak dari suatu tempat ke tempat lainnya. Albert Einsten yang secara terang – terangan yang mengatakan ia adalah seorang bohemian, tapi dalam perjalanan hidupnya dari buku yang saya baca, ia sejak kecil sudah berencana untuk hidup bergelut dengan rumus-rumus.

Pembedanya adalah apakah manusia itu sadar atau tidak. Ada manusia yang sadar dengan rencananya, ia merancangnya dengan detail per detail. Apa yang musti dilakukannya dan yang tidak dilakukannya. Ada juga manusia yang tidak ingin merancang rencananya, mungkin ia lelah dalam merancang karena seringkali gagal. Kegagalan memang melelahkan. Membuat orang tidak percaya lagi dengan mimpi, tujuan, dan sebagainya yang menandakan ada apa di depan.

Saya selalu memaknai mimpi sebagai bahan bakar. Ia adalah bahan bakar. Kecapaian mimpi bukanlah tujuan akhir. Prosesnya adalah utama. Saya sadar, tidak mungkin serakah dengan seribu hari. Setiap kali bangun pagi, selalu menikmati pagi. Udara pagi pagi per pagi adalah kenikmatan tiada tara. Suatu kali saya pernah menulis, “aku tidak pernah meminta pagi untuk lusa, aku hanya meminta untuk esok pagi, kalau tidak bisa memaknai hidup untuk esok pagi, untuk apa ada lusa? Untuk apa ada seribu hari?

Hidup yang dijalani dengan hari per hari, membuat tidak pusing. Saya yang mencari hidup yang tenang, seringkali sulit memikirkan lusa atau kapan pun. Dan  tidak akan mampu.

Kegagalan memang sering kali mengaburkan. Kita sejak kecil dihipnotis habis-habisan kalau semua harus berhasil. Keinginan yang besar harus terjadi. Jika berhasil ia akan sukacita tiada tara. Kita manja dengan keinginan yang harus dipenuhi. Jika mampu memenangkan pertandingan ia merasa bangga menjadi juara. Kemudian lupa, kalau ada namanya kegagalan, ada namanya kecewa, ada sedih, ada tangis.

Kesalahan manusia adalah tidak pernah mempersiapkan kegagalan. Mungkin manusia tidak mau gagal. Tidak mau diremehkan. Tidak mempersiapkan kecewa. Tidak mempersiapkan sedih. Tidak mempersiapkan apa pun untuk sebuah kesalahan.


Manusia yang merencanakan keberhasilan juga perlu menyiapkan kegagalan. Dan manusia yang seringkali gagal tahu, kalau ada batas kemampuan manusia. Seagungnya pikiran dan perasaan manusia, kebahagiaan dan kekecewaan adalah keniscayaan. Saya adalah manusia yang seringkali gagal. Hidup itu sesederhana : berencanalah semampu mungkin dan jalani hidup hari per hari dengan terbaik, siapkan kecewa. Karena hidup cuma dua, soal kecewa atau bahagia. Itu saja.


0 komentar:

Katarsis,

Wednesday, March 05, 2014 Standy Christianto 0 Comments

Saat aku sedang iseng membaca tulisan di dunia maya, aku menemukan sebuah kata yang begitu bagus untuk menggambarkan sebuah tulisan yang bercampur emosi si penulis. Kata itu bernama KATARSIS. Istilah ini mampu menggambarkan situasi si penulis ketika menulis. Buatku, menulis adalah terapi emosi yang paling baik. Menulis adalah suara yang tersembunyi dalam huruf.

Merujuk pada itu, katarsis adalah perasaan yang melegakan ketika seorang penulis berhasil menyelesaikan pekerjaannya. Perasaan kelegaan itu mampu menjadi semacam terapi bagi penulis. Dan aku merasakan itu. Emosi antara kemarahan, ketidakmampuan, keyakinan, ketidakyakinan, dan segala hal yang campur aduk itu menjadi satu.

Tulisan Goenawan Mohammad, esais usia 70an tahun itu, sungguh dapat mewakili itu. Saat aku membacanya beberapa tulisannya yang menggunakan intuisi seakan aku larut dalam tulisan itu, mungkin karena aku tidak mahir menerjemahkan tulisan yang terlalu rasio.

Katarsis, perasaan yang melegakan itu juga berpengaruh terhadap pembaca ketika membaca tulisan itu. Aku mengambil contoh esai favorit saya berjudul “ Di Korinthus”. GM mencoba memaknai cinta, dan mencoba merefleksikan itu dari kata ke kata. Korintus adalah sebuah surat bahasa ibrani, surat yang ditulis kepada penduduk kota korintus dalam perjanjian baru. Latar belakang penulisan surat itu  karena Kota Korintus yang hancur berantakan, penduduk kota yang saling berperang saudara, dan kacau balau.

GM mencoba merefleksikan cinta. Surat ini juga dikutip oleh Karen Amstrong dalam bukunya, yang menggambarkan cinta atau kasih kepada sesama manusia adalah inti dari jaman sebelum agama lahir. Mother Teresa juga menggunakan ini dalam kata- kata bijaknya. Mahatma Gandhi juga menggunakan ini.

Hari ini, aku mencoba merefleksikan ini. Mencoba untuk merasakan katarsis itu. Ini contoh tulisan GM :

di Korinthus,

“Cinta itu sabar…”. Perempuan itu mendengar. Di gedung yang tak dihuni itu, di bawah bulan yang nyaris seperti limau, seseorang datang membacakan surat-surat itu sepotong-sepotong: lembar-lembar di sampul kulit yang sumbing dan berdaki.
Ada yang mengatakan seorang Suriah telah membawanya melewati gurun. Tapi perempuan itu lebih senang membayangkan seekor sphinx yang terbang karena ia menyukai mimpi.
Tiga hadirin lain sedikit gugup. Ia mencoba mengingat-ingat wajah penulis yang pernah singgah itu — ia disebut “rasul” – dan memang ada seorang pembuat tenda dengan tunik lengan pendek yang dulu menginap di antara puing yang tersisa di Korinthus. Tapi kini hanya terasa kembali apa yang terpercik dari kata-kata si tua: harapan itu dalam namun jauh.
Lewat tengah malam, seekor kucing berjalan melintasi peristilium, seperti bayangan abu-abu, tapi lentur, nyaris tak terlihat, mungkin ia dewa yang terusir. Di sisi yang agak gelap dari beranda si pendatang meneruskan baris berikutnya: “Cinta tak irihati…”. Suara itu, dengan logat awak kapal, sedikit bergetar, sedikit asing. Atau mungkin hanya karena angin.
Di luar: jalanan kota tidur. Tak sengaja. Bukit di utara seakan-akan canggung menunggu fajar, dan kini perempuan itu menyimak gema yang terhimpun di teluk dari ombak yang bersungut. “Cinta tak menyombongkan diri”, kalimat berikutnya dibacakan, dan ia ingat sebuah sajak tentang camar yang menghilang, entah kenapa.
Berdiri di antara dua tiang yang gumpil, ia, yang merasakan malam tambah dingin, mengetatkan syalnya pada pundak. Seorang lelaki lain kini mengambil lembar-lembar itu dari si pendatang dan ia melihat sejumlah kalimat yang nyaris terhapus: “Cinta menanggungkan segalanya, percaya segalanya”. Ia membacanya keras-keras seakan-akan ada yang harus dikatakan kepada tanah genting yang kosong itu.
Ini contoh surat asli, saya kutip dari Karen Amstrong :

Sekalipun aku dapat berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang bergemerincing. Sekalipun aku mempunyai karunia untuk bernubuat dan aku mengetahui segala rahasia dan memiliki seluruh pengetahuan, dan sekalipun aku memiliki iman yang sempurna untuk memindahkan gunung, tetapi jika aku tidak memiliki kasih, aku sama sekali tidak berguna. Dan sekalipun aku membagi-bagikan segala sesuatu yang ada padaku, bahkan menyerahkan tubuhku untuk dibakar, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, sedikitnya tidak ada faedahnya bagiku.

Kutipan lainnnya, setidaknya ini bisa melegakan ... 

Kasih itu sabar, kasih itu murah hati, ia tidak cemburu,. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu.




0 komentar:

Gelap,

Thursday, February 27, 2014 Standy Christianto 0 Comments


Gelap, bagi aku dan mungkin sebagian orang adalah ketakutan. Sebab gelap, tidak munculkan cahaya yang memantul sehingga benda tidak dapat dilihat. Akan ada langkah kaki yang terhenti berkalikali karena tidak yakin melangkah. Tapi kalau ada keinginan, tetap saja mencoba meraba jalanan yang sudah berkalikali  dilewati.

Hidup soal perjalanan, kan?  Jadi gelap itu mencemaskan.

Aku sedang berimajinasi semu di dalam ruangan bersekat yang tidak pernah tahu masih ada orangnya atau tidak.  Aku berada dalam ruang yang gelap tanpa cahaya. Aku mengkhawatirkan jalanku sendiri, mungkin salah jalan. Hanya mengandalkan petunjuk dengan kata yang kian ambigu yang dirangkai kalimat yang juga multitafsir.

Terang dalam bentuk apapun selalu menenangkan. Sekecil apapun, baik dalam percikan api maupun titik sinar bintang yang berpendar, diantara langit berselimut gulita. Atau itu seperti lampu besar di jalan raya yang menunjukan badan jalan berupa garis putus – putus. Di dalam gelap, terang dalam bentuk apa pun juga adalah kejutan.  

Aku mencari jalanku sendiri, menggunakan insting yang tidak punya pembuktian dan pembenaran apa pun. Kemudian dalam sinar itu, ada siluet bayang hitam semakin muncul sedikit demi sedikit, aku sambut dengan langkah tegas, walau melangkah sedikit demi sedikit. Berjalan atas nama suara yang muncul dari relung hati yang samar.

Saat tiba disuatu titik. Bebb!

Tiba-tiba cahaya itu sirna. Padam. 

Panik, kehilangan jejak dalam gulita yang menakutkan itu,  

Mencari jalan,

Membuat pesan dengan gelisah,

Tapi mungkin malah disambut diam-diam dengan tertawaan. Entahlah.


0 komentar:

Pencarian,

Sunday, February 23, 2014 Standy Christianto 0 Comments

Ku duduk terdiam di bangku taman. Di bawah langit yang baru saja berwarna jingga.  Di tengah keriuhan kota yang mencari jalan keluar, selalu ada tempat kecil untuk berteduh. Keresahan yang timbul dari dalam hati manusia yang ringkih dengan dirinya, aku beristirahat sore itu.

Benar juga kata seorang teman, “mungkin kamu terlalu lelah”

aku letih dalam pencarian. tapi  tidak menyerah.

Hujatan bagi orang yang merasa dirinya kuat, kadang benar juga. “tidak selamanya, tubuh keras menguat, sesekali berilah waktu senggang”, begitu kata teman yang lain.

Aku setuju, aku mencoba duduk.

Dalam otak yang berkerja terlalu keras berpikir, kadang membuat kepala sakit. Di tengah taman sore itu. Juga di tengah anak kecil yang berkejaran. Mereka terlihat amat riang. Dimana kekesalan mereka? Anak –anak tidak merasa letih. Keasikannya menikmati sore lebih dari aku yang lakukan, pecarian yang tidak kunjung usai.

Kemudian di sudut  bayangan pohon tegak, aku melihat keindahan alam yang melebihi apapun. Degradasi warna yang memancar dan melegakan. Betapa asiknya warna sore itu dengan bayangan hitam yang menutup rumput hijau.

Mungkin semuanya benar. Tidak selamanya manusia akan kuat menahan dirinya. Ia akan menyerah dalam pelariannya. Mencari jalan sendiri lagi. Kemudian berputar arah melalui jalan baru, dengan ragu – ragu tapi pasti.



0 komentar:

Tulis,

Thursday, February 20, 2014 Standy Christianto 0 Comments

Aku masih menulismu 
mengendap-endap, 
diam-diam,
Ku tulis lewat tenang
...  
 

0 komentar:

Gaze,

Wednesday, January 29, 2014 Standy Christianto 0 Comments

: Januari 30th, 2014

stay a while,
I’m gazing the way you move, from far
Never look back since then
I wont have to wander the woods again

Seberapa lama dan seberapa jauh lagi ?
dalam keheningan yang benar – benar hening.
Dalam renungan yang dari kemarin dan kemarin.
Aku tidak lagi berfilsafat.
Tidak mau seperti penceramah di hadapan jemaat.
Dalam  keruntuhan hari
semakin lama 
semakin menguap dan meluap.

I’m watching the story goes so far
Only a little while
It seems fits right in to my head but then
Lights go down curtain falls
That’s how this story ends
As the day passes by
I knew that this gaze was long overdue

Seberapa lama dan seberapa jauh lagi?
aku bisa melihatmu lebih dekat.
Dari dekat.
Tanpa sekat.

Stay a while, still gazing the way you move, from far
I’m taking it harder now I know,
Shows coming to an end

Seberapa lama dan seberapa jauh lagi?
Jika suatu saat nanti
Dalam relung hampir punah
Dalam jiwa terkoyak lemah
Dalam saksi  diam membisu
Tidak juga pergi menjauh

Stay a while, I’m taking my final gaze you see
Gonna look back this time
I will wander the woods again my dear

Seberapa lama dan seberapa jauh lagi?
Menahannya sampai tumpah.
Membanjiri  kubangan yang sudah penuh.

Night will fall You see the city glows again
You see the morning comes to soon
that’s how the circle goes around
Here and there Always a story from somewhere
Always another line to say
No I won’t stay along this line
of falling pieces lying somewhere

apa kabarmu?
seberapa lama dan seberapa jauh lagi?
kamu masih sama dan disana?
Bolehkah aku bawa kamu balik arah.
Sebelum aku kelelahan.
....

****

: Oktober 28th, 2013


Tinggal untuk sementara waktu,
kesan telah lalu,
membuat mati menunggu,

stay a while,
I’m gazing the way you move, from far
Never look back since then
I wont have to wander the woods again

Bisa saja mujur,
Kembali ke jalur,
Ah, aku sedang melantur,

I’m watching the story goes so far
Only a little while
It seems fits right in to my head but then
Lights go down curtain falls
That’s how this story ends
As the day passes by
I knew that this gaze was long overdue

Lupakan cerita,
Sampai semua mereda,
Dan aku pun menunggu lupa,

Stay a while, still gazing the way you move, from far
I’m taking it harder now I know,
Shows coming to an end

menunggu mati,
sampai suatu hari,

Stay a while, I’m taking my final gaze you see
Gonna look back this time
I will wander the woods again my dear

perlahan menjauh,
sedikit demi sedikit akan penuh,
dengan segala keluh,
tertutupi  keruh, 

Night will fall You see the city glows again
You see the morning comes to soon
that’s how the circle goes around
Here and there Always a story from somewhere
Always another line to say
No I won’t stay along this line
of falling pieces lying somewhere

semua akan berakhir,
dan aku berhenti,
sampai  langkah terakhir,
aku perlahan mati,
dan mati.
... 
...



0 komentar:

Pesan,

Wednesday, January 29, 2014 Standy Christianto 0 Comments

aku hanya ingin sampaikan ini :
Prediksiku tepat, pilihan yang "main-main" juga sebuah pilihan, sama seperti "tidak memilih". Pilihan atas kepergian, juga pilihan. Termasuk terjebak dalam pilihan yang "main-main", "serius", atau "tidak memilih". Kamu pergi, itu juga pilihan. aku masih disini, juga pilihan. Setelah semua ditunjukan, dihubungkan, dan dikaitkan. Pada akhirnya, manusia akan memilih.
"Tidak memilih" itu pilihan. Dari pilihan - pilihan itu, kita bisa menilai. Apakah manusia mau bertarung atau berjuang. Manusia yang "tidak memilih", adalah memilih tidak mau bertarung dan tidak mau berjuang. Orang yang tidak mau bertarung adalah orang yang tidak berhasrat ingin menang. Aku mau bertarung. Aku mau berjuang. Maka aku memilih menunggu sampai kelelahan. Batasnya : sampai lelah. Paling tidak, aku tidak akan menyesal, karena pernah bertarung dan berjuang. Selebihnya, terserah padamu. 


  

0 komentar:

Pucuk Gunung,

Sunday, January 19, 2014 Standy Christianto 0 Comments


Ketika aku keluar dari rumah, aku melihatmu berselimut kabut dengan malu – malu. Tiap kali aku mengintip dari luar pagar, kau berselimut putih. Aku dibawah sini. Di tempat aku berpijak dengan pagi yang berisik. Kau cantik, juga gagah berdiri angkuh.  Aku memandangmu selalu dari jauh, tepat dari depan rumah ke arah utara.

Kau membawaku dengan penasaran. Kau sebentuk materi yang ingin sekali ditaklukan.

Sudah lama aku ingin menaklukanmu demi keberanian dan penasaran. Katanya, keberanian datang dari menantang diri sendiri. Menaklukkanmu adalah kebanggaan diri. Sekaligus pembuktian, jika suatu saat aku tinggalkan kota ini, aku punya kenangan telah berada di pucuk yang selalu aku lihat dari jauh, tepat dari depan rumah. Suatu saat aku rindukan kota ini. Kaulah salah satu pengingat rindu itu.

Malam dengan hujan rintik. Tepat setelah adzan maghrib berkumandang, aku berjalan sedikit cemas.  Gelap membuatku takut. Pun aku tahu, tidak semua gelap membuat orang kalap. Buktinya, justru dalam gelapnya malam, indahnya bintang terlihat. Sayang, malam itu hujan lama-lama semakin keras, jangankan bintang, binatang malam pun sembunyi karena raungan petir.

Kau terlalu sakti untuk ditaklukan satu hari, atau mungkin aku yang terlahir terlalu ringkih. Kau makin sakti dengan gemuruh hujan badai tropis di bulan Januari. Tentu kau tidak mau disalahkan karena iklim hujan tropis bukan darimu, tapi kodrat pembagian bumi kutub utara dan selatan.

Apakah kau yang ijinkan badai besar yang menggoyang tenda ? Di suatu malam aku kedinginan dengan selimut tebal. Aku masih terjaga dengan menahan kaki yang lecet.

Kau tidak menjawab. Kau diam saja, bikin terlihat garang. Aku melihat tepat di ujung, kau galak dengan gemuruh lava. Badanmu berdebu berkelindan asap vulkanik. Tepat saat matahari terasa dekat, Hidungku sakit menahan dingin. Yang lain memakai sun block, aku tidak. Karena aku ingin merasakan panas yang murni menusuk kulit, udara yang suci, dan letih yang menusuk dada.

Aku menikmatimu saat tepat di ubun-ubunmu. Aku menghirup napas dalam udara yang suci, menghelanya perlahan. Aku melihat ke bawah tidak lagi mendongak. Aku tinggalkan beban – beban dan belenggu-belenggu peradaban manusia di bawah disana. Aku tidak lagi mendengar tangisan, ringkihan, kemunafikan, ketidakadilan, keserakahan, kesombongan, dari manusia yang sok paling tahu dan sok paling benar.

Aku menikmatimu, semesta alam. Mataku tidak lepas melihat birunya langit dengan kumpulan awan. Lengkukan aliran hulu ke hilir seperti  cacing besar yang meliuk lucu. Indahnya  bumi dan langit siang itu membuat ku lega. Aku terlalu kecil untuk kuatir dengan apa yang aku inginkan. Aku terlalu sombong  dengan keinginan yang berlebihan. Aku terlalu sempit berpikir hidup ini tidak adil.

Siapa yang menciptakan kau seindah ini ?  siapa yang menaruhmu begitu dekat ? siapa yang menjadikanmu begitu anggun ? siapa yang membentukmu seperti itu?

Kau luar biasa, kau begitu indah...







0 komentar:

Baik,

Friday, January 10, 2014 Standy Christianto 0 Comments

Konteks lebih penting dari pada teks. Aku memaksa dingin untuk menggangu pikiran, agar malam yang telah larut ini menjadi saksi. Ada bagian dalam diri manusia yang tidak seluruhnya perlu diketahui manusia lain, yaitu cara berpikir dan mengular. Bagaimana manusia akan menjalani sisa hidup dengan baik, karena hidup tidak mungkin berbalik.

Seperti malam yang selalu larut dengan kesal, tidak akan habisnya jika diratapi. Ia berselimut iri. Segala sesuatu yang baik selalu kalah dengan jahat. Kelembutan mungkin kalah dengan pukulan. Keramahan mungkin akan kalah dengan hardikan. Dan segala yang menyakiti akan bisa membawa lari seseorang.

Kemudian pertanyaan mengular panjang, harus sebaik apa manusia agar ia bisa diterima. Sebaik kakek tua yang suka sekali memberi permen kepada cucunya. Atau malah menjadi algojo yang baik hati, terus menghukum agar semua orang tahu, ia bak penghukum agar ia mendapat hormat. Orang tunduk dan menjadi hamba.

Bukankah tidak ada yang mau menjadi budak atau hamba. Budak akan diberikan sebuah ketakutan. Logika hukuman akan menjadi jalan keluar. Tubuh si budak berada di tempat. Ia bergerak sesuai perintah. Berdiri dengan aturan. Langkahnya diarahkan. Hidupnya terkekang. Sesekali mendapat makanan. Tapi dalam tubuh yang terkekang, makanan adalah kenikmatan tiada tara. Dalam ketakutan yang berlebihan, niat baik berbentuk makanan akan menjadi patokan kebaikan. Algojo berubah menjadi orang "baik"

Aku usai bekerja menemani para perempuan malam yang malang. Kasihan mereka. Ditengah hujatan para pemuka, ia harus berjuang dari kebobrokan negeri ini. Di tengah hiruk pikuk para lelaki hidup belang mereka pertaruhkan kehormatan. Uang bak sorga. Pekerjaan mereka diagungkan oleh lelaki brengsek dan dihujat oleh lelaki itu juga. Oleh Lelaki yang brengsek itu juga ia dirayu, diperlakukan bak bidadari, tidak jarang juga diperistri.

Seperti madu di tengah hutan, para brengsek itu adalah orang baik bagi para pelacur. Padahal mereka juga telah mengkhianati keluarga di rumah. Ia baik bagi perempuan lain, juga bajingan bagi perempuan lainnya.

Akhirnya, manusia bisa menemukan yang “baik”. Tapi ia terjebak dalam memilih yang baik. Dalam hatinya ia yakin bahwa segala yang baik telah disediakan di depan mata. Dengan segala pengalamannya ia mampu menilai bahwa orang yang di depan matanya adalah yang terbaik. Inilah yang dimaksud kebaikan dan keagungan. Seperti lelaki brengsek, yang selalu bisa menempatkan diri agar terlihat baik.

Kemudian apa yang dicari di dunia ini. Jika orang brengsek pun mendapat tempat. Kebaikan yang terus menerus akan terlihat baik, jika diselimuti senyum. Bagaimana seorang suami yang pukuli istrinya setiap hari, kemudian ia juga main dengan pelacur, tapi istrinya keliatan baik-baik saja. Atau sebaliknya, bagaimana dengan suami yang baik hati, tidak pernah memukuli, tidak pernah diselingkuhi, tapi mendapat perlakuan yang buruk dari istrinya.

Kadang kebaikan kian tenggelam. Orang yang jahat selalu mendapat tempat. Ia bisa seenaknya mengikuti nafsu, hasrat untuk menyakiti. Sedangkan ada orang yang dilahirkan hanya bisa meratapi, ia terus menerus takut membalas menyakiti, memilih diam saja.

Mungkin ini alasan manusia berhak untuk berbuat jahat. Akhirnya, yang baik berubah menjadi jahat. Karena hidup tidak pernah adil. Mengapa kejahatan dibiarkan begitu saja. Dimanakah segala yang punya kuasa menempatkan jahat di tempat yang jahat, baik di tempat yang baik ? Mungkin alasan ini ada orang yang bertanya tentang keberadaan Tuhan yang adil. Hukum yang adil.

Di atas motor yang berjalan santai, aku mengingat – ingat kesimpulan : keadilan tidak pernah habis. Dunia ini tidak pernah adil. Keadilan yang dicari kian absurd. Kita akan kelelahan mencari keadilan. Konteks lebih penting dari teks.  Masih ada orang baik di dunia ini. Dan berusaha menjadi baik, demi sebuah ketenangan dalam dirinya, agar tidak dikejar rasa bersalah. Lupakan dulu sejenak tuntutan keadilan.

0 komentar:

Kamu Tahu ?

Wednesday, January 08, 2014 Standy Christianto 0 Comments


Kamu tahu apa itu ketenangan ?
Adalah aliran sungai yang mengalir dengan santai. Kemudian ada dedaunan yang mengikuti alurnya. Terbawa aliran itu sampai jauh tanpa diminta. Keasyikannya melebihi bianglala di pasar malam atau permainan lain yang kubayangkan. Rasanya seperti menikmati masakan lezat di bawah lampu taman warna jingga dengan minuman hangat. Ada seorang pelayan yang ramah menawarkan kita makan dan minum saat habis. Duduk berhadapan denganmu. Kita bicara dengan pelan dan perlahan. Kamu anggun dengan tawa kecil dan pakaian yang telah dipersiapan dengan detail. Ya, hanya kita berdua.

Kamu tahu apa itu kejujuran ?
Adalah pertanyaan yang sering keluar yang tidak pernah diinginkan itu. Itu menandakan semakin penting keberadaanmu. Seperti malam yang tidak bisa membuatku tidur. Darah yang mengalir kencang melewati urat – urat nadi. Mungkin nadiku diciptakan hanya untuk menyampaikan pesan ketika merindu. Setiap malam yang terjaga, selalu bermimpi di tempat kamu berada. Seperti bunyi pukulan penjaga malam di tiang listrik tiap jam, menandakan betapa sering aku mengingatmu tiap malam. Binatang malam yang bosan mendengar umpatan, karena mereka mengacaukan ingatan saat bersamamu ditiap gerakan. Ya, hanya aku dan ingatanku.

Kamu tahu apa itu kekuatiran ?
Adalah segala cara apapun yang bisa ditukar dengan bahagiaku, jika aku mendengar kamu mengerang kesakitan. Jika aku tahu, hidupmu diratapi dengan kesendirian dan kesakitan. Seperti para pecandu yang tidak tahu cara menikmati hidup. Aku bersedia mengantarmu ke tempat yang tidak pernah di sentuh siapapun. Demi apapun aku bersedia menemani saat kesendirian hinggap. Seperti para pemusik dengan saxophone dan piano mengalun irama musik jazz, penuh improvisasi nada minor yang mengejutkan namun enak dinikmati. Atau kamu ingin badut warna warni berbentuk kartun yang didandani sedemikan rupa, aku akan menyiapkan peluru untuk melucu kapan pun. Ini sulit bagiku. Tapi okelah. Demi sebuah jenuh yang saling bergiliran. Semua harus kembali utuh dengan lengkuk senyum yang pertama kali saat manusia percaya kebahagiaan. Ya, hanya aku dan sakitmu.

Kamu tahu apa itu kesendirian ?
Adalah segala cara dilakukan di tempat keramaian demi kesenangan. Seperti keutuhan dalam perjalanan yang tidak pernah habis dimaki. Seperti berjalan di garis pantai menatap ke depan dengan pandangan yang luas, terkaget, ternyata aku jalan sendiri. Kesendirian adalah paradoks : sepi yang selalu ada di tempat ramai. Seperti dua mata sisi mata uang yang tidak akan laku jika tidak ada sisi lain. Sepi adalah keengganan berdiri asyik dengan lamunan yang tidak kunjung selesai. Sepi adalah kemuakan dengan rumus relativitas yang tergantung dari subjektivitas. Kamu adalah rumus absolut, kata Newton berada dimana pun dalam ruang dan waktu. Ya, keheningan yang paling senyap adalah penuh harapan kebersamaan.


0 komentar:

Lagi,

Friday, January 03, 2014 Standy Christianto 0 Comments

Aku tidak bisa tidur karena ingatan. Geliat darah mengalir kencang. Aku melambung jauh ke belakang, mengular panjang berputar tidak karuan. Diriku mengindentifikasi apakah ini benar benar lakilaki.  Aku lemah tidak karuan. Aku  dibawa tubuh yang berisi ingatan.

Aku duduk di atas pasir. Aku rasakan hangat lembayung senja. Sengaja aku tak bergerak. Memilih diam. Memilih tak bergerak. Tidak mau diganggu dengan hembusan pasir. Aku punya deburan ombak yang berisik. Juga binatang kecil yang membuat lubang sembunyi.

Aku makin tidak tahan. Aku rengkuh pasir yang lama kelaman keluar dari sela-sela jari. Aku mengenggam keras, tapi makin habis pasirnya. Aku menahan ingatan. Jangan keluar. Jangan. Tetap saja mata memaksa perhatikan detail lanskap pantai, mencari gerak gerik yang sudah usang.

Rasio melawan, alasan tidak pantas. Aku bukan siapa siapa. Bagaimana pantas untuk mengingatnya. Laiknya air yang terus menerus menuju bibir pantai, masuk ke pori lama-lama mengendap, semakin lama membumbung. Tidak  kuasa menahannya. Ia jadi kubangan sejadijadinya.

Maaf, lakilaki ini merindumu lagi. Maaf.

0 komentar: