Keterkaitan,

Tuesday, October 29, 2013 Standy Christianto 0 Comments

Keterpolaan dan keterkaitan  bisa  menjadi jalan tengah. Jalan tengah dari pertanyaan yang belum terjawab. Manusia selalu mencari jalan tengah untuk menyerah dalam kebingungan. Ah, dasar manusia memang selalu tidak pernah tahu.

Suatu hari saya berpikir sejenak lagi – lagi dalam keheningan. Saya bertanya dalam hati. Bagaimanakah manusia dan segala sesuatunya selalu terkait tanpa perhitungan.

Apakah benar – benar Pencipta itu ada kemudian ikut campur tangan dalam keterkaitan itu. Atau jangan – jangan memang ada tapi duduk diam sembari memperhatikan tingkah pola ciptaannya. Mungkin Ia sekali – kali tertawa kecil, melihat tingkah pola saya yang tampak bodoh dan konyol mencari cara bagaimana semesta ini dapat berjalan dengan segala kompleksitasnya.

Panggambaran tentang Pencipta yang demikian saya gambarkan dari perumpamaan “tukang kebon yang tidak kelihatan” ceritanya begini,

Ada dua orang laki – laki dalam rangka ekspedisi masuk ke tempat terbuka di tengah hutan rimba. Di padang rumput itu banyak bunga secara rapi dan tertata. Yang satu mengatakan “Padang rumput ini pasti dipelihara oleh seorang TUKANG KEBUN”. Yang satunya menyangkal.

Untuk membuktikan mereka berdua memasang tenda, untuk memastikan ada atau tidak tukang kebun itu. Mereka mengamatinya siang dan malam.

TIDAK pernah sekalipun mereka melihat tukang kebun. Untuk mengecek hipotesa ini, mereka memagari padang itu dengan aliran listrik. Mereka berharap jika memang ada tukang kebun, pastilah tersengat listrik.

Sekian lama ditunggu. Tidak ada tanda ada orang selain mereka berdua. Pagar listrik pun masih utuh dan tidak ada tanda – tanda ada orang  lain.

Akhirnya yang satu orang merasa menang kalau tidak ada tukang kebun. Satu lagi yang berhipotesa ada tukang kebun tidak mau kalah. Ia tetap bertahan. “Kalau begitu,” katanya. “tukang kebun itu tukang kebun yang tidak tertangkap panca indera, namun tidak mungkin tidak ada tukang kebun,” katanya lagi.

Pertanyaan paling mendasar, “apakah tukang kebun yang tidak dapat dilihat, diraba, dirasa, dan didengar memang tukang kebun yang tidak pernah ada ?”

Pernah lihat tukang kebun atau tidak, tetap saja tanaman di padang tumbuh indah dan rapi.

Perumpamaan ini saya dapat dari buku berjudul ‘menalar Tuhan’. Makna si pembuat cerita adalah ingin menyampingkan keberadaaan sosok Tuhan. Tapi saya pakai ini sebagai refleksi.

Buat saya, yang memiliki keterbatasan. Akan selalu bertanya dan sampai hari ini belum mendapat jawabnya. 

Bagaimana semesta ini memiliki pola yang begitu teratur ? Bukankah manusia juga akan bertemu dengan manusia lain yang membentuk saya seperti ini. Dan suatu hari nanti saya akan bertemu dengan banyak orang dengan keterkaitan harapan dan realita. Kalau istilah saya, suatu saat manusia akan menemukan pasangan puzzlenya. 

Jangan sekali kali menghubungkan keterkaitan dengan keterbatasan perhitungan. Pasti membingungkan. 

Terkait dengan itu. Pertanyaan yang datang selalu mengusik saya, benarkah saya akan hidup ‘selibat’ tanpa pernikahan.  Sejujurnya, saya agak muak dengan itu. Sesederhana itukah pertanyaan  tentang pasangan hidup diperbincangkan. Saya pikir, pertanyaan itu sering muncul karena manusia telah diracuni dengan cerita romantisme yang sederhana. Jika hidup selamanya sampai mati dengan orang lain itu pasti enak. Belum tentu.

Kemudian dalam perenungan saya. Saya sepakat dengan cerita tukang kebun itu. Dalam konteks apapun itu, entah bagaimana makna si pembuat cerita. Saya memahaminya ada keterkaitan dalam padang yang begitu luas ini. Tanpa terlalu banyak diperbincangkan pun. Padang yang luas itu akan memiliki bunga – bunga yang indah dan rapi. 

Bukankah hidup itu soal kebahagiaan dan ketenangan. Apa bedanya hidup sendiri sampai mati dengan hidup sampai mati dengan orang lain ? Jika keduanya sama - sama mati dengan bahagia dan tenang. 


Kalau pun harus hidup ‘selibat’ tidak apa. Kalau kamu datang ya mungkin ini ...



Puisi dari Rahne Putri, dapat dari Time line seorang teman, Ogi namanya. 

0 komentar:

Apa,

Friday, October 25, 2013 Standy Christianto 0 Comments

Apakah yang dicari dari yang telah tersedia. Ketika semua organ mulai mencari yang belum ada. Segala daya pejamkan mata.  Rasakan ada yang bergeliat di dalam dada. 

Apa yang telah disediakan di bawah kolong langit. Ketika saya dan manusia lain juga mencari kebahagiaan. Kemudian saya harus merasakan lebih dalam. Apa yang dicari dari saya sebagai seonggok manusia yang tidak layak mendapatkan apa pun.

Ambisi dan mimpi sedang menakuti.  Mereka mengikuti berkejar – kejaran dengan berlari. Haruskah  mencari jalan lagi.

Kemudian dalam keterasingan, saya mulai berpikir di atas kasur yang mulai mengeras ini. Bagaimana jika saya memutar mundur dan balik arah menentukan pilihan lain. Bagaimana jika saya nanti saya tidak bertemu dengan apa pun selain saya.

Kemudian dalam kesadaran, saya mulai berpikir di atas kasur sembari mendengarkan lagu lembut yang begitu melarutkan dengan ingatan yang juga tidak kunjung pergi. Kemanakah saya harus pergi.

Kemudian dalam lamunan, saya mulai berpikir di atas kasur sembari tidak peduli dengan penunjuk jarum jam yang panjang sudah berputar lebih dari selingkaran. Bagaimanakah saya harus menjadi manusia yang diterima oleh akal sehat.

Kemudian dalam kelelahan, saya mulai  berpikir di atas kasur sembari mengantuk. Kemudian saya tidur lagi dengan mimpi.



0 komentar:

Rindu

Tuesday, October 22, 2013 Standy Christianto 0 Comments

Karena kamu, merindu lebih baik dari apa pun ...

0 komentar:

Hidup,

Wednesday, October 16, 2013 Standy Christianto 0 Comments

Hidup adalah kesempatan, manfaatkanlah.
Hidup adalah keindahan, kagumilah.
Hidup adalah kebahagiaan, nikmatilah.
Hidup adalah mimpi, sadarlah.
Hidup adalah tantangan, hadapilah.
Hidup adalah kewajiban, selesaikanlah.
Hidup adalah permainan, mainkanlah.
Hidup adalah sebuah janji, penuhilah.
Hidup adalah penderitaan, atasilah.
Hidup adalah kidung, nyanyikanlah.
Hidup adalah perjuangan, terimalah.
Hidup adalah tragedi, berjuanglah.
Hidup adalah petualangan, beranilah.
Hidup adalah keberuntungan, lakukanlah.
Hidup terlalu berharga, jangan dihancurkan.
Hidup adalah hidup, berjuanglah untuknya! 
(Mother Teresa)


0 komentar:

Ketulusan,

Wednesday, October 16, 2013 Standy Christianto 0 Comments

Apakah yang dicari dari segala perasaan yang meluap ? yang mengebu dengan segala rasa di ubun-ubun. Aku mencari ketenangan dalam keheningan. Dimanakah tenang itu ? Aku mencari di atas kasur ditemani dengan lagu – lagu menggugah optimis. Dimanakah itu ?

Ketenangan itu muncul dari pertanyaan : mengapakah saya terlalu menuntut banyak hal ? Bukankah berjanji untuk menemani tanpa pamrih. Ternyata ada pamrih yang membuat tidak tenang. Perasaan balasan penghargaan yang setimpal.

Siapakah aku ? lalu kemudian menuntut banyak hal. Kesalahan pria dilahirkan dengan segala rasionalisasi karena khilaf dengan perasaannnya. 

Selalu ada ketenangan dalam sebuah ketulusan. Ketulusan tidak meminta apa pun dari sebuah keberadaan. Tidak meminta apa pun, bahkan balasan. Ketulusan tidak punya alasan untuk pemaksaan.

Sesuatu yang abstrak, selalu dapat diuji. Seperti Kepercayaan, kesetiaan dan pengorbanan yang saya kagumi. Begitu juga dengan ketulusan.

Pembelajaran yang belum saya pelajari adalah soal ketulusan. Ketulusan tidak memberi ruang pembalasan. Ia lahir dari dalam hati kemudian memberi kepada suatu yang berharga.

Lakukan yang terbaik untuk apa pun yang bagimu berharga. Begitulah kira – kira pembuktiannnya.

Maaf untuk segala permintaan keberadaan atau kebutuhan. Maaf untuk segala apa pun untuk penghargan diri. Maaf untuk segala perdebatan soal pilihan. Maaf untuk segala tuntutan jeda waktu.

Aku ingin tenang menikmati hari – hari ini. Dengan segala apa yang telah berikan. Atas nama ketulusan terhadap penghargaan atas keberadaanya. Terima kasih atas segala hal. Terima kasih dengan atas nama apa pun.      
   

0 komentar:

Pilihan,

Tuesday, October 15, 2013 Standy Christianto 0 Comments

Kembali pada sebuah pilihan. Hidup akan jalan terus, sampai ketemu persimpangan. Tidak ada pilihan lain selain memilih. Saya mau jalan ke kanan atau ke kiri. Saya selalu berusaha mengingat segala sesuatu yang mendasari sebuah perjalanan di kota ini. Kemudian saya juga harus mengulanginya lagi.

Pergulatan pilihan terjadi. Saya memiliki banyak pilihan setelah semuanya selesai. Pergi meninggalkan kota kecil ini atau menetap sampai menemukan jalan lain.

Suatu saat kota ini bisa saja membunuh saya dengan kebosanan. Atau bisa pelan – pelan dengan penyesalan. Atau saya akan mati kelaparan. Atau mati karena sakit hati.

Entah bagaimana pun saya juga harus memilih, bukan ? Ibarat menaiki seekor harimau, mau turun juga akan dimakan harimau, mau tetap  di atas punggung juga resiko dimakan harimau. Saya memilih berjuang untuk tetap bertahan dengan segala isinya. Sampai saya bisa menemukan keyakinan lain.

Ayah saya, juga pernah bicara sebuah pilihan.  Ia memilih berkerja sendiri daripada kerja untuk orang lain. Ia memilih untuk tetap membuka toko kecil untuk menghidupi keluarganya daripada menerima tawaran bekerja untuk orang. katanya, atas dasar kebebasan. Baginya, kebahagiaan adalah soal kebebasan memilih dan berkehendak bukan bekerja untuk orang lain.  

Pilihan akan membuat manusia makin menjadi manusia saat benar – benar menghadapi ketidakpastian. Kemudian ia harus berpikir keras untuk berhitung ke depan. Ia akan mengunakan segala otaknya, segala kemungkinan terburuk, berhitung dengan segala ketidakmungkinan. Jalan pikirannya akan mengular, seperti benang kusut. Sejak saat itulah, manusia bisa bebas menentukan pilihannnya.

Mungkin bukan untuk waktu lama tapi cukup untuk mencari panggilan atas pertanyaan. Dengan segala pertimbangan, tempat ini akan menjadi saksi  segala pertanyaan yang (belum) ada jawaban. 





0 komentar:

Kamu,

Saturday, October 12, 2013 Standy Christianto 0 Comments

Kemudian dari satu sisi. Dia menyaru kuat dalam kesibukan. Membuat kepalan tangan mengadah ke langit. Penunjuk Kekuatan.

Kemudian dari sisi lain. Ada kendaraan melaju kencang. Ada bunga – bunga indah di pinggiran. Lewat begitu saja.

Kemudian mencari sisi lain. Mengintip dari celah kecil. Ada cahaya menyilaukan mata. Ia tetap lari tergesa. Membiarkan saja.

Kemudian berhenti di tengah sisi. Ia terdiam. Merenung. 

0 komentar:

Benci,

Wednesday, October 09, 2013 Standy Christianto 0 Comments

Aku ingin bisa membencimu. Lebih dari apa pun, ajarilah aku untuk membencimu. Bagaimana caranya agar aku bisa membencimu ?

Aku pahami kamu mungkin lebih dari kau tahu. Entah dari mana aku tahu itu. Sila bertahan dengan arogansimu. Dengan sengaja berbuat  salah agar aku bisa membencimu.

Mari kita beradu, siapa yang akan membenci lebih dulu ?
Aku atau kau.

Aku rela dibenci terlebih dahulu. Lakukan itu. Lakukan. Maki aku. Marahi aku. Umpati aku. Pukuli aku. Sakiti aku. 

Dari kebencianmu mungkin aku bisa menyerah. Karena aku tidak punya alasan membencimu.

Tapi jika kebencian kepadaku juga tidak ada. Maukah kau menyerah  dari  arogansimu ?
...
Ayahku pernah bilang, benci tidak akan datang jika kasih terlalu besar.  Yang aku tahu, bahwa lawan kata dari kasih adalah mementingkan diri sendiri. Kasih bisa mengalahkan segalanya. Kasih bisa melegakan. Aku lebih percaya dengan itu daripada sebuah arogansi.

Mungkin aku terlalu idealis bicara soal itu. Tapi kacamata ini yang aku pakai. Kasih punya kekuatan. Ia tidak lahir tiba – tiba. Ia adalah fragmen kecil yang dibuat menjadi semakin membesar.

Bagaimana bisa membenci jika ia punya kasih terlalu besar. Siapakah manusia dengan segala dosanya, kemudian Tuhan tidak pernah lihat itu ? Darimanakah manusia bisa mendapat tempat?
...
Atas nama arogansi, sila benci aku. Dengan segala daya, sila marahi aku. Lakukan saja jika itu memang melegakan.

Jika itu juga tidak bisa melegakan. Bersediakah kau menyerah dengan arogansimu ? Lalu kembali kepadaku, masih banyak hal yang belum selesai.





0 komentar:

Tanya,

Wednesday, October 02, 2013 Standy Christianto 0 Comments

Hari yang begitu padat dengan segala yang itu – itu saja lama kelamaan akan membunuh. Seperti kura – kura yang berada di dalam ember di letakan depan pintu kamar. Saya mungkin sejenis hamster yang dipelihara untuk dinikmati dalam kandang berdinding kaca. Saya binatang alam bebas yang tidak punya tempat tinggal yang pantas. Tentu saja, saya berdinding segala persyaratan dan pertanyaan.

Tumpukan berkas – berkas tugas akhir telah membuat ketidaknyamanan. Ia sejenis mantra ampuh untuk terus bertanya. Saya hidup tanpa alasan apapun selain menyelesaikan persyaratan yang bejibun, kemudian selalu ada pertanyaan dalam keresahan :  setelah semuanya selesai lalu apa ?

Bisa jadi saya sedang ketakutan dengan segala kemungkinan yang terjadi. Atau saya enggan keluar dengan rutinitas yang terlanjur menyaru. Entahlah tapi pertanyaan itu selalu hinggap disela – sela mengerjakan rutinitas.

Hidup untuk apa? Pertanyaan juga melintas dalam pikiran. Pagi hari menikmati segelas susu hangat ditemani roti tawar. Kemudian kenikmatan pagi berhasil dijelaskan dengan roti yang dicelupkan hingga susu meresap ke dalam pori. Ehhmm.. begitu nikmat. Tapi udara pagi yang menusuk keluar dari sela-sela lubang tembok seakan membawa pertanyaan, apakah hidup hanya sekedar menikmati pagi bersama susu dan roti ?

Setelah semuanya selesai, saya memakai toga simbol perguruan tinggi ini. Berada dalam auditorium nan megah mengikuti prosesi pelepasan simbol kemunafikan. Lima tahun kuliah dibingkai dengan guratan senyum bersama keluarga dalam sebuah foto ukuran 10 R, kemudian setelah itu apa ?

Banyak yang memberikan jawaban dengan muka datar tanpa menunggu saya selesai menjelaskan keresahan, ia dengan muka begitu enteng, menjelaskan mengalir saja tanpa beban apapun, tanpa berkeinginan apa pun, tapi tetap saja otak tidak mau mengalah untuk menerima alasan.

Saya mengalah dengan melihat contoh, misalnya kakak saya yang sebentar lagi menikah. Ia juga bisa mengambarkan kehidupan pasca memakai toga. Ia kerja selama 4 tahun mengumpulkan duit untuk saya dan keluarga, kemudian mengumpulkan duit untuk menikah dengan seorang wanita yang  dicintainya, kemudian membeli rumah untuk ditinggali  berdua dan kelak dengan anak – anaknya.

Saya tidak bisa mengatakan bahwa itu adalah pilihan yang baik. Di sudut yang lain, ada wanita yang ditelantarkan oleh suaminya. Mereka tidak mendapatkan apa pun selain trauma dan frustasi dengan segala hujatan terhadap komitmen pernikahan. Kemudian setiap malam memilih tubuh diberikan kepada laki-laki demi dapat hidup. Buktinya, ada juga wanita yang hidupnya tidak pernah tenang setiap malam, sembari menunggu tamu, ia juga resah dengan hidup anaknya di desa.

Artinya, tidak selamanya juga begitu menarik. Apalagi yang percaya bahwa ada hidup ‘selibat’. Bisa jadi, tidak menikah adalah pilihan yang terbaik bagi manusia. Ia akan bisa mencari jalan dalam hidupnya sendiri, seperti orang suci di gereja katolik, melayani orang miskin, orang-orang  yang tidak pernah dipikirkan oleh sepasang manusia yang egois. Atau mungkin saja hidup seperti Bapuji, Mahatma Gandhi, yang tinggal di Ashram Sevagram, atau Budha Sidharta Gautama yang mendapatkan pencerah di Gunung Vindya, tampaknya hidupnya lebih menenangkan daripada harus mengurusi tetek bengek pribadinya. Lebih baik mengurusi orang lain yang membutuhkan bantuan.

Ada juga manusia yang mencari kehidupan setelah kematian, kemudian menjadi narsistik dengan mengagungkan ajaran – ajaran begitu egois, lupa dengan hubungan manusia lainnya. Ia bebas mengunakan atas nama Sang Kuasa, lalu menghujat manusia dengan segala kekurangannya demi mendapat tempat yang tidak pernah dijelaskan benar ada atau tidak. Mereka mencari kebahagiaan setelah kematian. Tapi harus mengorbankan kehidupan yang lebih nyata. Buat saya, itu sama saja bunuh diri dalam kehidupan nyata. 

Ada kontradiksi yang menyelinap dari syaraf kepala. 

Kemudian setelah persyaratan selesai, saya berhasil mengenapi harapan orang tua menjadi sarjana, kemudian lalu apa? bekerja dengan segala rutinitas yang pasti membosankan itu, mencari uang agar dapat hidup, kemudian mencari hiburan di sela – sela pekerjaan yang angkuh ? saya akan mati kebosanan.

Menuliskan ini tanpa alasan pun juga sebuah perjalanan yang ampuh untuk terus bertanya. Karena kehidupan juga tidak akan pernah selesai untuk manusia yang diam saja mengikuti arus, lalu memilih tidak bertanya apapun. Yang tentu saja tidak mendapatkan jawaban. Paling tidak saya mensyukuri menjadi seorang manusia, yaitu tidak menghentikan jalannya otak yang dibuat sangat agung.

Ternyata waktu begitu cepat berlalu. Penunjuk waktu di pojok kiri bawah sudah berganti dua angka di depan. Ini sudah terlalu lama saya berkutat. Buat sebagian orang pasti ini adalah kebodohan. Sekali lagi, saya  bertanya dengan segala ketidaktahuannnya dan  tidak pernah mendapatkan jawabannya.


0 komentar:

Penat,

Wednesday, October 02, 2013 Standy Christianto 0 Comments

Ada lagi yang menyeruak dari dalam. Bertanya lagi tentang saya dan masa depan. Barangkali itu yang dimaksud tersesat dalam kesibukan lalu mencari jalan keluar dari kerja yang penat.

Entahlah tapi lama – kelamaan saya membutuhkan tempat untuk keluar dari segala rutinitas yang membunuh  ini. Ruangan ini terlalu penat bagi  mahasiswa tingkat akhir yang berkejaran dengan persyaratan administrasi.

Entahlah tapi lama – kelamaan saya resah. Apakah hari hanya sekedar ini ?

Coba ajak saya keluar dari sini. Ajak saya bermain dengan masa depan yang memang ada itu. Ada apa disana. Sehingga tidak perlu saya bergulat dengan bahan  yang tidak penting. Tidak perlu juga bertemu dengan orang – orang yang sama juga mengeluh dan menghujat hari. Sehingga saya tidak punya legitimasi melakukan hal yang sama.

Coba ajak saya keluar dari sini. Ajak saya ke pantai melihat senja yang lama tidak dikunjungi. Biarkan saya memandang luas tanpa halangan, sehingga saya tidak perlu memikirkan akan ada apa di hari esok. Tidak perlu juga bertemu dengan kesibukan orang lalu lalang dengan muka yang dikejar target pekerjaan. 

Coba ajak saya keluar dari sini. Ajak saya ke tempat untuk berteriak sekerasnya. Saya akan berteriak untuk meminta supaya hari cepat  berganti.


Coba ajak saya keluar dari sini. Sehingga saya bisa lari dari alarm jam atau kalender yang ditandai..

0 komentar: