Monday, September 05, 2022 Standy Christianto 0 Comments

Ada garis pemisah yang jelas diantara semesta yang sangat luas ini.  Pertarungan narsisme di hadapan Tuhan salah satu penyebanya. Mereka mengambil dalil kitab suci untuk justifikasi. Garis itu dibuat sangat jelas, memisahkan yang mau dekat dengan Tuhan penciptanya.  Narsisme dihadapan Tuhan seakan memaksa manusia mampu untuk memilih daerah mana yang bisa mereka tempatkan. Garis itu memisahkan menjadi dua tempat :  suci dan keji.

Manusia menguasai daerah yang keji dan suci. Dalil mereka : yang terlanjur berdosa di hadapan Tuhan tidak akan dapat tempat dimana pun. Baik di semesta atau kehidupan setelah kematian. Mereka  memisahkan diri, menarik diri untuk mencari Tuhan di tempat suci dan tidak bernoda agar dapat sorga kelak.  

Di daerah tempat yang berdosa, tidak ada tempat lagi untuk percaya kepada Tuhan. Apalagi, diberikan kesempatan untuk menikmati ketenangan menjadi manusia. Tidak ada kesempatan mereka untuk mencari kebutuhan dasar sebagai manusia  : bertahan untuk hidup.

Ada yang seakan mewakili Tuhan untuk menciptakan neraka di bumi. Mereka mencari – cari orang berdosa di tempat pelacuran, di tempat kumpul preman,  di hotel melati, dan warung minuman keras.

Narsisme bisa jadi tidak hanya di depan manusia lain, tapi juga dihadapan Tuhan. Narsisme juga lahir dari menjalankan dalil kitab suci, melakukan yang baik bagi Tuhan.

Narsisme dalam bahasa kita, adalah hal (keadaan) mencintai diri sendiri secara berlebihan. Mencintai diri sendiri mulai masuk ke ruang kesalehan. Diri sendiri merasa (pasti)  dicintai oleh Tuhan dengan tindakan – tindakan kealiman. Apalagi jika mampu menghanguskan manusia berdosa dihadapan Tuhan. Mereka merasa (mampu) mewakili Tuhan.  Mereka ingin menjadi nabi, polisi, atau semacamnya, untuk menjaga kata – kata Tuhan agar tidak diselewengkan. Yang penting membumihanguska yang berdosa. Bumi adalah neraka buat mereka yang belok di jalanNya.

Apakah Tuhan ditemukan di orang – orang yang narsisme, saya tidak tahu. Tapi yang saya tahu membuat orang yang mencari Tuhan akan berhenti. Berteriak dengan nama Tuhan dengan kekerasan sesama manusia, sama saja melakukannya itu secara non verbal kepada Tuhan. Nama Tuhan menjadi tercemar.

Manusia mana yang mau hidup dengan dosanya? Jika ia tidak terpaksa, terjerumus, atau yang paling parah memang prilaku yang buruk.

Pencarian terhadap Tuhan tidak akan pernah selesai, kecuali jika hidup telah berakhir. Bagi orang yang percaya dengan adanya kehidupan setelah kematian, telah disiapkan tempat untuk mereka yang suci dan berdosa.
Justifikasi biarlah diserahkan kepada kehidupan lain setelah kematian. Yang saya pahami manusia harus dihargai oleh manusia, tanpa indentitasnya, apa pun agamanya, suku, etnis, prilakunya, bahkan dosanya...








You Might Also Like

0 komentar: