Selamat Hari Buruh
SAYA jadi ingat jaman sekolah. Sadar atau tidak, bagian
kehidupan para buruh secara tidak langsung, berpengaruh terhadap ritme kami, anak sekolahan.
DI tempat saya, setiap anak sekolah pasti tahu, kapan jam
kerja para buruh. Saat mereka pergi ke pabrik, istrirahat kerja, dan pulang ke
rumah
SETIAP pagi, tepat shift pertama bagi para buruh, mereka
berjejalan di jalanan untuk sampai ke tempat kerja. Yang lainnya, berebutan
dengan mencari angkutan umum. Bagi anak sekolah yang pintar dan tidak ingin
telat tentu tidak mau ikut berjejalan juga. Biasanya, anak sekolah akan pergi
lebih pagi.
KALAU siang juga sama. Jika bersamaan dengan jam pulang
sekolah, bagi yang tidak pandai mengukur jam istirahat para buruh maka sudah
pasti terjebak macet.
UNTUK mengetahuinya sederhana. Jam – jam kerja mereka akan
berpengaruh terhadap kelancaran arus lalu lintas. Dimana ada buruh, disana ada kemacetan. Kemacetan adalah ketakutan utama anak sekolah.
Hal inilah yang akan membuat bagaimana caranya agar tidak terkena macet, yaitu
menyesuaikan jam kerja buruh.
BAGI sebagian orang di tempat saya, kerja di pabrik adalah
kebanggaan. Karena lebih baik menjadi
buruh dengan gaji tetap, dari pada menjadi pengaguran tidak karuan. Pun
sebenarnya, jadi buruh tidak begitu enak. Karena resiko kerja yang tinggi namun
jaminan yang rendah.
ADA seorang teman saya bercerita tentang teman sepabriknya
yang meninggal gara – gara kepalanya terbentur alat mesin produksi ban. Teman
saya bercerita bagaimana dia dan beberapa pekerja lain setiap hari harus
menghadapi mesin – mesin produksi kategori berat. Sedikit lengah saja tangannya
bisa ikut terpotong mesin pemotong ban. Dan hal ini juga sering terjadi.
MEREKA bekerja kebanyakan dengan tiga shift. Pagi, sore,
malam. Pabrik tidak akan rela berhenti berproduksi sedetik pun. Maka jadwal
kerja seperti ini diberlakukan. Yang pagi datang, kerja sampai sore. Kemudian,
yang sore menggantikan sampai tengah malam, yang tengah malam bekerja sampai
pagi. Dengan cara ini pabrik akan beroperasi selama 24 jam. Kalau dapat shift
malam, resikonya tidak tidur semalam suntuk.
SETIAP kali saya pergi sekolah, yang menjadi pemandangan
sehari – hari adalah rumah kontrakan yang sudah di petak – petakan. Tempat
tinggal itu menarik perhatian. Cukup untuk satu kamar dan sedikit ruang untuk
menonton tv. Kalau di kampus saya sering melihat kost –kostan. Hampir mirip
seperti itu. Yang berbeda, kebanyakan mereka
tinggal dengan anak dan istri.
SAYA cukup beruntung hidup di kota ‘seribu pabrik’ jadi bisa mengerti
bagaimana pola kerja mereka. Apa yang diperjuangkan pada hari buruh hari ini,
sebenarnya adalah apa yang telah mereka perjuangkan sejak lama. Yaitu
kesejahteraan buruh, kesejahteraan rakyat juga. Karena mereka juga bagian dari
negara ini.
SAYA tidak sedang membahas teori karl marx tentang das kapital, mengatakan mereka korban
dari sistem kapitalis. ini karena mereka memang tidak punya pilihan lain.
Sebagian mereka orang daerah yang mengadu nasib di kota besar. Seandainya saja
ada lapangan kerja di daerahnya, maka pabrik tidak akan seenaknya
memperkerjakan orang. Sehingga pengusaha tidak mengambil buruh yang bisa
menerima apa adanya. Yang bersedia menerima pekerjaan, walau resiko kerjanya
tinggi.
SAYA dan seperti anak sekolahan lain secara tidak sadar
buruh sudah menjadi bagian dari kota tempat tinggal kami. Hari buruh juga seremonial
warga kota ‘seribu pabrik’. Selamat hari buruh...
0 komentar: