Alienasi,

Sunday, September 22, 2013 Standy Christianto 0 Comments

Setiap manusia mempunyai cara untuk memecah penat dan jenuh.  Bagi saya, penat bisa dipecahkan oleh roti dan segelas susu putih yang panas. Saya tidak terlalu suka kopi ataupun teh. Karena kafein hanya mampu membuat jantung berdegup keras tanpa ketenangan dan teh hanya sejenis air dedaunan kering yang encer.  Lain lagi mungkin dengan orang yang lebih suka menyeruput kopi,

Di tengah keriuhan hari – hari yang padat merayap saya selalu mencari waktu luang untuk bisa menuliskan  sesuatu dengan keluhan, atau sekedar mencari teman minum susu di rak-rak buku. Kenikmatan ini tidak bisa ditemukan di jaringan internet kecepatan apa pun. Ini lebih nyata dari  mainan media sosial yang itu-itu aja

Tingkah pola manusia dalam mencari jalan keluar dari kepenatannya semakin aneh dengan seiring beban dalam dirinya. Entah mungkin saya salah. Tapi paling tidak saya punya gambaran di tengah hingar bingar ini, bahwa manusia secara sadar dan sengaja mencari ruangan untuk meng-alienasi diri.

Saya mencoba memahami para wanita yang hidupnya penuh beban dan  tekanan. Setiap malam Mereka melayani pria-pria hidung belang dengan keterpaksaan. Sudah tentu mereka punya lebih dari sekedar penat dan jenuh.

Ada berbagai cara mereka untuk menarik diri dari dunia yang congkak ini. Ada yang sengaja mengoreskan benda tajam di lengan tangannya. Awalnya, saya tidak tahu kalau itu adalah kesengajaan. Semakin saya perhatikan di tangan para wanita itu, semakin banyak  ditemukan tanda yang sama.

Setelah bertanya, saya mulai memahami ada korelasi benda tajam yang sengaja disayat di lengan kiri dengan isi kepalanya. Tentu saja, bagi seorang wanita yang harus menghidupi keluarganya dengan bekerja sebagai pemuas syahwat, akan kesulitan mencari pembenaran atas pilihannya. Sayatan itu adalah simbol kebuntuan.

Televisi dengan lagu karaoke volume tinggi juga menjadi teman mereka dalam mengalienasi diri. Setiap rumah memiliki televisi layar besar dengan pengeras suara tingkat tinggi. Demi mempelajari sebuah kehidupan itu, mau tidak mau saya harus menyukai lagu dangdut, musik yang menurut saya aneh. Ternyata benar, bebunyian gendang asik juga.  Terpaksa, saya mulai terbiasa dengar bebunyian gendang yang membuat  berjoget riang.

Satu –satunya jalan yang bisa saya pahami kalau mereka memang dalam keadaan yang penuh dengan beban dan tekanan, adalah soal rokok. Rokok buat mereka adalah pengusir stres paling ampuh,  dapat sembunyi dalam hisapan asap. kemudian melepaskan penat dari kepulan asap. Dulu saya melakukannya, sekarang itu jadi tidak masuk akal.

Selebihnya, saya tidak bisa sok tahu mendalami lebih lagi.

Mau bagaimana pun manusia adalah mahluk yang paling mudah berbohong dalam pola dan laku. Dalam penglihatan sekilas, mereka memiliki kehidupan yang hedon, selalu tersedia makan yang mewah dan kehidupan malam yang bebas, serta mampu jalan – jalan kemana pun mereka ingin. Tidak heran karena mereka bisa dapat ratusan ribu sampai jutaan rupiah dalam semalam bekerja. Kelihatannya mereka mampu tertawa lepas ketika bersama dengan yang lain. Namun tidak ada yang tahu ketika berada dalam kesendirianya.

Saya yakin, sebaik – baiknya manusia dalam kesendiriannya akan mencoba mengevaluasi dirinya, adakah yang salah dalam dirinya, apakah dirinya cukup baik buat semua orang, apakah yang dilakukannnya benar,

Kemudian, ia mulai mengambil ruang alienasi di sudut kamar bersama kasur dan bantal, mungkin di toilet sambil merenungi kloset, atau di ruang kelas sambil menulis di lembar belakang buku, bisa juga di ruang tamu sambil menonton televisi, bisa dimana pun. Pikirannya akan mulai menari dalam keresahannya. Mungkin sekilas dalam ketidaksadaran. Atau bahkan beradu dalam penyesalan.

Roti dan susu panas sembari membuat tulisan ini adalah simbol dari kejujuran saya sebagai manusia. Karena sebaik-baiknya manusia perlu juga mengambil tempat di sudut ruangan menyadari manusia tidak melulu soal hingar bingar. Ada saatnya nanti kita terdesak ke sudut kemudian merasa terasing. Alienasi kadang dibutuhkan untuk memikirkan yang telah terjadi, tapi juga tidak terperangkap dengan yang lalu. Seperti kata ayah saya, “apapun yang terjadi, hidup harus jalan terus, “.








You Might Also Like

0 komentar: