Pola dan Simpul
Saya ingat kata – kata dari sebuah kutipan film Sherlock
Holmes, “dunia ini terdiri dari pola,”
film detektif yang fiksi ini, mengajarkan saya tentang sebuah pola dan simpul.
Bahwa dunia ini adalah sebuah keterpolaan yang dapat dibaca, dan tidak acak.
Dalam film tersebut, Sherlock Holmes yang digambarkan sebagai orang yang aneh,
dengan tiba- tiba ia dapat menguraikan kasus pembunuhan yang terjadi dengan
melihat detail dari bukti – bukti yang terjadi di lapangan.
Suatu kali saya berpikir tentang sebuah tempat yang
terpisah jauh dari peradaban, dan dianggap sebagian orang tempat yang tidak
beradab. Bagaimanakah bangunan struktur masyarakat yang dianggap melakukan tindakan yang tidak beragama dan
tidak beretika, bisa terbangun dengan ajeg. Bukankah agama adalah alat untuk mengatur
masyarakat, dan etika adalah bangunan pola yang dilakukannya?
Saya bukan Sherlock Holmes, dan tidak mau juga menjadi
tokoh fiksi. Tapi Sherlock Holmes mengajarkan saya tentang pola dan simpul. Beberapa
hari saya intens untuk datang mencari pola dan simpul yang terjadi di Gang Sadar.
Saya datang saat mulai dari wanita-wanita yang bangun tidur disiang hari,
kemudian mulai pekerjaannnya dengan alat kosmetik, menjajakan diri, menunggu
tamu, dan kembali tidur kembali.
Paling tidak saya menemukan dua hal yang menarik
perhatian, keteraturan yang dibangun oleh waktu bekerja, dan pola relasi
ekonomi yang membangun kultural secara tidak sadar yang membangun kesadaran
bertindak, berpikir, dan berperasaan.
Pola waktu yang ajeg adalah tantangan dan peluang mengorganisir.
Di satu sisi, dengan pola waktu yang ajeg akan membuat mereka nyaman dengan
kondisi tersebut. Seperti seorang yang setiap hari dibangun tidur terbiasa
dengan menonton televisi, lalu saya menyuruh untuk mandi. Kebiasaan yang
terbangun itu akan sulit diintervensi. Peluangnya adalah jika intervensi sosial
ini membangun sebuah kesadaran baru. Maka perubahan sosial akan terjadi.
Manusia adalah bagian dari manusia lain. Manusia adalah
serigala bagi manusia lain, homo homini lupus, mungkin begitu katanya. Yang
kuat, secara sosial akan ‘melemahkan’ manusia lain. Kuat tidak secara fisik,
namun juga pengaruh kuat secara sosial. Pengaruh secara sadar dan tidak mereka
sadari. Jika saya benar, relasi ini akan membangun simpul massa di masyarakat.
Simpul inilah bagian yang perlu diintervensi secara sosial.
Simpul-simpul ini yang sedang saya cari, terlebih simpul
secara kultural, dan terbangun secara tidak sadar. Misalnya, siapa yang mampu
menjadi penggerak di satu masing-masing rumah kost ? siapa yang berpengaruh dalam
pola waktu yang ajeg ? apa yang bisa menjadi ‘gula’ untuk mengumpulkan massa?
Apa yang dapat membuat mereka berpikir selain kebutuhan ekonomi?
Apa-siapa-bagaimana-mengapa terus menerus mengular dalam pikiran saat di
lapangan.
Kembali kepada Sherlock Holmes. Pencipta Sherlock Holmes
adalah Arthur Conan Dyle, seorang fisikawan. Layaknya seorang fisikawan
berpikir, bahwa dunia ini adalah alam semesta yang terbangun secara pola.
“Tidak ada hal yang baru dalam dunia ini,” Kata Einsten. Kemampuan seorang
fisikawan adalah menemukan pola yang terjadi dalam alam semesta, kemudian sains
menjelaskan pola tersebut menjadi sebuah rumus – rumus.
Cara berpikir seperti itu membuat saya terus menerus
mencari dan mengamati secara sosial pola kehidupan para wanita harapan bagi
keluarganya di rumah. Realita sosial yang terdiri dari wanita-wanita yang
terjebak dalam kebutuhan ekonomi menantang dalam berpikir. Walaupun saya bukan Sherlock
Holmes. Lagipula saya juga tidak mau jadi tokoh fiksi, maka saya seharusnya bisa
berbuat nyata bagi perubahan yang lebih baik di masyarakat.
... April 2014
0 komentar: